Senin, 27 Desember 2010

MANTAPNYA IBU MERTUA KU


Namaku Heri, umurku sekarang ini 26 tahun. Ini adalah pengalamanku yang benar-benar nyata dengan Ibu mertuaku. Umurnya belum terlalu tua baru sekitar 45th. Dulunya baru umur 18 tahun dia sudah kimpoi. Ibu mertuaku bentuk tubuhnya biasa-biasa saja malah boleh dikatakan langsing dan singset seperti perawan. Tak heran sebab hingga kini ia masih mengkonsumsi jamu untuk supaya selalu awet muda dan langsing.


Singkat cerita ketika istriku baru melahirkan anak pertama dan aku harus puasa selama sebulan lebih. Bisa dibayangkan sendiri bagaimana pusingnya aku. Hingga suatu saat aku mengantar Ibu mertuaku pulang dari menengok cucu pertamanya itu. Aku biasa mengantarnya dengan motorku. Namun kali itu turun hujan ditengah perjalanan. Karena sudah basah kuyup dan hari sudah menjelang tengah malam aku paksakan untuk menerobos hujan yang deras itu.

Setiba dirumah aku ingin segera membersihkan badan lalu menghangatkan badan. Di rumah itu hanya ada aku dan Ibu mertuaku karena kakak iparku tinggal ditempat lain. Sedangkan adik iparku yang biasa menemani Ibu mertuaku dirumah itu untuk sementara tinggal dirumahku untuk menjaga istriku.
"Kamu mandi aja deh sana, Her" Kata Ibu mertuaku menyuruhku mandi
"Ah.. nggak usah.. Ibu duluan deh" Kataku menolak dan menyuruhnya agar lebih dulu
"Udah.. Ibu disini aja" Kata Ibu mertuaku yang memilih tempat cuci baju dan cuci piring diluar kamar mandi. Karena disitu juga ada air keran.
"Yah.. udah deh" Kataku sambil mendahuluinya masuk ke kamar mandi.

Suasana waktu itu agak remang-remang karena lampu penerangannya hanya lampu bohlam 5 watt. Aku iseng ingin tahu bentuk tubuh Ibu mertuaku yang sebenarnya ketika ia telanjang bulat. Maka aku singkapkan sedikit pintu kamar mandi dan menontonnya melepas satu per satu bajunya yang sudah basah kuyup karena kehujanan. Dia tidak tahu aku menontonnya karena dia membelakangiku.

Aku perhatikania mencopot kaus T-shirt-nya ke atas melewati bahu dan lehernya. Lalu BH-nya dengan mencongkel sedikit pengaitnya lalu ia menarik tali BH-nya dan BH itupun terlepas. Adegan yang paling syur ialah ketika ia membuka celana panjang jeansnya. Sret.. celana jeans ketat itu ditariknya ke bawah sekaligus dengan CD-nya. Jreng..! Aku lihat kedua buah pantatnya yang kencang dan montok itu menantangku.

Aku yang sudah tak merasakan sex selama satu bulan lebih dan lagi dihadapkan dengan pemandangan seperti itu. Aku nekat untuk mendekatinya dan aku peluk dia dari belakang.
"Eh.. Her.. ini apa-apaan.. Her" hardik Ibu mertuaku.
"Bu.. tolongin saya dong, Bu" rayuku
"Ih.. apaan sih..?!" Katanya lagi
"Bu, udah dua bulan ini saya nggak dapet dari Dewi.. tolong dong, Bu" bujukku lagi
"Tapi aku inikan ibumu" Kata Ibu mertuaku
"Bu.. tolong, Bu.. please banget" rayuku sambil tanganku mulai beraksi.

Tanganku meremas-remas buah dadanya yang ukurannya sekitar 34b sambil jariku memelintir putting susunya. bibir dan lidahku menjilati tengkuk lehernya. Tanganku yang satu lagi memainkan klentit-nya dengan memelintir daging kecil itu dengan jariku. Batang penisku aku tekan dilubang pantatnya tapi tidak aku masukkan. Ibu mertuaku mulai bereaksi. Tangannya yang tadi berusaha meronta dan menahanku kini sudah mengendor. Dia membiarkanku memulai dan memainkan ini semua. Nafasnya memburu dan mulai mendesah-desah.

"Dikamar aja yuk, Bu" bisikku
Aku papah Ibu mertuaku menuju kamarnya. Aku baringkan dia tempat tidur. Aku buka kedua kakinya lebar-lebar dan sepertinya Ibu mertuaku sudah siap dengan batang penisku. Tapi aku belum mau memulai semua itu.
"Tenang aja dulu, Bu. Rileks aja, Ok?" Kataku.
Aku mengarahkan mukaku ke liang vaginanya dan aku mulai dengan sedikit jilatan dengan ujung lidahku pada klentitnya.
"Ough.. sshhtt.. ough.. hmpf.. hh.. ooghh" Ibu mertuaku mendesah dan mengerang menahan kenikmatan jilatan lidahku.
Dia sepertinya belum pernah merasakan oral sex dan baru kali ini saja ia merasakannya. Terlihat reaksi seperti kaget dengan kenikmatan yang satu ini.

"Enak kan, Bu..?" Kataku
"Hmh.. kamu.. sshtt.. kamu.. koq.. gak jijik.. sih, Her?" Tanyanya ditengah-tengah desah dan deru nafasnya.
"Enggak, Bu.. enak koq.. gimana enak gak?"
"Hmh.. iyahh.. aduh.. sshhtt.. eenak.. banget.. Her.. sshhtt" jawab Ibu mertuaku sambil terus merintih dan mendesah.
"Itu baru awalnya, Bu" Kataku.

Kali ini aku kulum-kulum klentitnya dengan bibirku dan memainkan klentit itu dengan lidahku. Aku lihat sekujur tubuh Ibu mertuaku seperti tersetrum dan mengejang. Ia lebih mengangkat lagi pinggulnya ketika aku hisap dalam-dalam klentitnya. Tak sampai disitu aku terobos liang vaginanya dengan ujung lidahku dan aku masukkan lidahku dalam-dalam ke liang vaginanya itu lalu aku mainkan liukkan lidahku didalam liang vaginanya. Seiring dengan liukanku pinggul Ibu mertuaku ikut juga bergoyang.

"Ough.. sshhtt.. ough.. sshhtt.. oughh.. hmh.. ough.. shhtt.. ough.. hmh.. oufghh.. sshhtt" suara itu terus keluar dari mulut Ibu mertuaku menikmati kenikmatan oral sex yang aku berikan.
Aku sudahi oral sex ku lalu aku bangun dan berlutut dihadapan liang vaginanya. Baru aku arahkan batang penisku ke liang vaginanya tiba-tiba tangan halus Ibu mertuaku memegang batang penisku dan meremas-remasnya.
"Auw.. diapain, Bu..?" Tanyaku
"Enggak.. ini supaya bisa lebih tahan lama" Kata Ibuku sambil mengurut batang penisku.
Rasanya geli-geli nikmat bercamput sakit sedikit. Sepertinya hanya diremas-remas saja tetapi tidak ternyata ujung-ujung jarinya mengurut urat-urat yang ada dibatang penis untuk memperlancar aliran darah sehingga bisa lebih tegang dan kencang dan tahan lama.
"Guedhe.. juga.. punya kamu, Her" Kata Ibu mertuaku sambil terus mengurut batang penisku.
"Iya dong, Bu" Kataku.

Kali ini kedua tangan Ibu mertuaku beraksi mengurut batang penisku. Tangan yang satunya lagi mengurut-urut buah pelirku dan yang satu lagi seperti mengocok namun tidak terlalu ditekan dengan jari jempol dan telunjuknya. Tak lama kemudian..
"Egh.. yah.sudah.. pelan-pelan.. yah sayang" Kata Ibu mertuaku sambil menyudahi pijatan-pijatan kecilnya itu dan mewanti-wantiku supaya tidak terlalu terburu-buru menerobos liang vaginanya.
Aku angkat kedua kaki Ibu mertuaku dan aku letakkan dikedua bahuku sambil mencoba menerobos liang vaginanya dengan batang penisku yang sedari tadi sudah keras dan kencang.
"Ouh.. hgh.. ogh.. pelan-pelan, Her" Kata Ibu mertuaku ditengah-tengah deru nafasnya.
"Iya, Bu.. sayang.. egh.. aku pelan-pelan koq" Kataku sambil perlahan-lahan mendorong penisku masuk ke liang vaginanya.
"Ih.. punya kamu guedhe banget, sayang.. ini sih.. gak normal"Katanya
"Kan tadi udah diurut, Bu" Kataku.
Aku teruskan aksiku penetrasiku menerobos liang vaginanya yang kering. Aku tidak merasa istimewa dengan batang penisku yang panjangnya hanya 15cm dengan diameter sekitar 3 cm.

Dengan sedikit usaha.. tiba-tiba.. SLEB-SLEB-BLESSS! Batang penisku sudah masuk semua dengan perkasanya kedalam liang vagina Ibu mertuaku.
"Ough.. egh.. iya.. sshh.. pelan-pelan aja yah, sayang" Kata Ibu mertuaku yang mewantiku supaya aku tidak terlalu terburu-buru.
Aku mulai meliukkan pinggulku sambil naik turun dan pinggul Ibu mertuaku berputar-putar seperti penyanyi dang-dut.
"Ough.. gilaa, Bu.. asyik.. banget..!" Kataku sambil merasakan nikmatnya batang penisku diputar oleh pinggulnya.
"Ough.. sshtt.. egh.. sshh.. hmh.. ffhh.. sshhtt.. ough.. sshhtt.. oughh" Ibu mertuaku tidak menjawab hanya memejamkan mata sambil mulutnya terus mendesah dan merintih menikmati kenikmatan sexual.
Baru sekitar 30 menit aku sudah bosan dengan posisi ini dan ingin berganti posisi. Ketika itu kami masih dalam posisi konvensional. Aku mau menawarkan variasi lain pada Ibu mertuaku..
"Eh.. Ibu yang di atas deh" Kataku.
"Kenapa, sayang.. kamu capek.. yah..?" Tanyanya.
"Gak" jawabku singkat.
"Mo keluar yah.. hi.. hi.. hi..?" Godanya sambil mencubit pantatku.
"Gak.. ih.. aku gak bakalan keluar duluan deh" Kataku sesumbar.
"Awas.. yah.. kalo keluar duluan" Goda Ibu mertuaku sambil meremas-remas buah pantatku.
"Enggak.. deh.. Ibu yang bakalan kalah sama aku"Kataku sombong sambil balas mencubit buah dadanya
"Auw.. hi.. hi.. hi" Ibu mertuaku memekik kecil sambil tertawa kecil yang membuatku semakin horny.

Dengan berguling ke samping kini Ibu mertuaku sudah berada di atas tubuhku. Sambil menyesuaikan posisi sebentar ia lalu duduk di atas pinggulku. Aku bisa melihat keindahan tubuhnya perutnya yang rata dan ramping. Tak ada seonggok lemakpun yang menumpuk diperutnya. Buah dadanya juga masih kencang dengan putting susu yang mengacung ke atas menantangku. Aku juga duduk dan meraih putting susu itu lalu ku jilat dan ku kulum. Ibu mertuaku mendorongku dan menyuruhku tetap berbaring seolah-olah kali ini cukup ia yang pegan kendali. Ibu mertuaku kembali meliuk-liukkan pinggulnya memutar-mutar seperti Inul Daratista.

"Egh.. sshhtt.. ough.. sshhtt.. ough.. egh.. hmf" desah Ibu mertuaku.
"Gila, Bu.. enak banget..!"
"Ough.. sshhtt.. ough.. sshtt.. ough" Ibu mertuaku mendesah dan merintih sambil terus meliuk-liukkan pinggulnya memainkan batang penisku yang berada didalam liang vaginanya.
Tanganku meremas buah dadanya yang tak terlalu besar tapi pas dengan telapak tangan. Tanganku yang satunya lagi meremas buah pantatnya. Batang penisku yang kencang dan keras terasa lebih keras dan kencang lagi. Ini berkat pijatan dari Ibu mertuaku tadi itu. Bisa dibayangkan jika tidak aku sudah lama orgasme dari tadi.
"Ough.. sshtt.. emh.. enagh.. egh.. sshhtt.. ough.. iyaahh.. eeghh.. enak.. ough" liukan pinggul Ibu mertuaku yang tadinya teratur kini berubah semakin liar naik turun maju mundur tak karuan.
"Ough.. iiyyaahh.. egghh.. eghmmhhff.. sshhtt.. ough.. aku udah mo nyampe" Kata Ibu mertuaku.
"Bu.. aku juga pengen, Bu.. egh" Kataku sambil ikut menggoyang naik turun pinggulku.
"Egh.. iyah.. bagusshh.. sayangg.. ough.. sshhtt.. ough.. sshtt.. ough" Ibu mertuaku merespons gerakanku untuk membantunya orgasme.
Aku mempercepat goyanganku karena seperti ada yang mendesak dibatang penisku untuk keluar juga.
"Hmfh.. terusshh.. iyah.. ough.. oughh.. AAAUGHH.. OUGH.. OUGH.. OUGH" Ibu mertuaku telah sampai pada orgasmenya.

Pada batang penisku terasa seperti ada cairan hangat mengucur deras membasahi batang penisku. Ibu mertuaku menggelepar dan diakhiri dengan menggelinjang liar dan nafasnya yang tersengal. Ibu mertuaku telah berhenti melakukan liukan pinggulnya. Hanya denyutan-denyutan kencang didalam liang vaginanya. Aku merasakan denyutan-denyutan itu seperti menyedot-nyedot batang penisku Dan.. CROT.. CROTT.. CROTTT..! muncrat semua air maniku diliang vagina Ibu mertuaku.
"Bu, kerasa nggak air mani saya muncratnya..?" Tanyaku
"Eh.. iya, Heri sayang.. Ibu udah lama pengen beginian" Kata Ibu mertuaku
"Iya.. sekarang kqn udah, Bu" Kataku sambil mengecup keningnya
"Oh.. kamu.. hebat banget deh, Her" Kata Ibu mertuaku sambil membelai-belai rambutku.
"Itu semua kan karena Ibu" Kataku memujinya
"Ih.. bisa aja.. kamu" sahut Ibu mertuaku sambil mencubit pinggulku.

Ibu mertuaku masih di atas tubuhku ketika HP-ku berbunyi ternyata dari istriku yang menyuruhku supaya menginap saja dirumah Ibu mertuaku. Setelah telepon di tutup aku memekik kegirangan. Setelah itu kami melakukan pemanasan lagi dan melakukannya sepanjang malam hingga menjelang subuh kami sama-sama kelelahan dan tidur. Entah sudah berapa kali kami bersenggama dalam berbagai posisi. Pagi harinya kami masih melakukannya lagi dikamar mandi untuk yang terakhir lalu setelah itu aku sarapan dan pulang.
Perkenalkan dulu namaku Tomy. Sudah satu minggu ini akau berada di rumah
sendirian. Istriku, Riris, sedang ditugaskan dari kantor tempatnya bekerja
untuk mengikuti suatu pelatihan yang dilaksanakan di kota lain selama dua
minggu. Terus terang saja aku jadi kesepian juga rasanya. Kalau mau tidur

rasanya kok aneh juga, kok sendirian dan sepi, padahal biasanya ada istri di
sisiku. Memang perkawinan kami belum dikaruniai anak. Maklum baru 1 tahun
berjalan. Karena sendirian itu, dan maklum karena otak laki-laki, pikirannya
jadi kemana-mana.

Aku teringat peristiwa yang aku alami dengan ibu mertuaku. Ibu mertuaku
memang bukan ibu kandung istriku, karena ibu kandung Riris telah meninggal
dunia. Ayah mertuaku kemudian kawin lagi dengan ibu mertuaku yang sekarang
ini dan kebetulan tidak mempunyai anak. Ibu mertuaku ini umurnya sekitar 40
tahun, wajahnya ayu, dan tubuhnya benar-benar sintal dan padat sesuai dengan
wanita idamanku. Buah dadanya besar sesuai dengan pinggulnya. Demikian juga
pantatnya juga bahenol banget. Aku sering membayangkan ibu mertuaku itu
kalau sedang telentang pasti vaginanya membusung ke atas terganjal pantatnya
yang besar itu. Hemm, sungguh menggairahkan.

Peristiwa itu terjadi waktu malam dua hari sebelum hari perkawainanku
dengan Riris. Waktu itu aku duduk berdua di kamar keluarga sambil
membicarakan persiapan perkawinanku. Mendadak lampu mati. Dalam kegelapan
itu, ibu mertuaku (waktu itu masih calon) berdiri, saya pikir akan mencari
lilin, tetapi justru ibu mertuaku memeluk dan menciumi pipi dan bibirku
dengan lembut dan mesra. Aku kaget dan melongo karena aku tidak mengira sama
sekali diciumi oleh calon ibu mertuaku yang cantik itu.

Hari-hari berikutnya aku bersikap seperti biasa, demikian juga ibu
mertuaku. Pada saat-saat aku duduk berdua dengan dia, aku sering
memberanikan diri memandang ibu mertuaku lama-lama, dan dia biasanya
tersenyum manis dan berkata, "Apaa..?, sudah-sudah, ibu jadi malu".
Terus terang saja aku sebenarnya merindukan untuk dapat bermesraan dengan
ibu mertuaku itu. Aku kadang-kadang sagat merasa bersalah dengan Riris
istriku, dan juga ayahku mertua yang baik hati. Kadang-kadang aku demikian
kurang ajar membayangkan ibu mertuaku disetubuhi ayah mertuaku, aku
bayangkan kemaluan ayah mertuaku keluar masuk vagina ibu mertuaku, Ooh
alangkah...! Tetapi aku selalu menaruh hormat kepada ayah dan ibu mertuaku.
Ibu mertuaku juga sayang sama kami, walaupun Riris adalah anak tirinya.

Pagi-pagi hari berikutnya, aku ditelepon ibu mertuaku, minta agar sore
harinya aku dapat mengantarkan ibu menengok famili yang sedang berada di
rumah sakit, karena ayah mertuaku sedang pergi ke kota lain untuk urusan
bisnis. Aku sih setuju saja. Sore harinya kami jadi pergi ke rumah sakit,
dan pulang sudah sehabis maghrib. Seperti biasa aku selalu bersikap sopan
dan hormat pada ibu mertuaku.

Dalam perjalan pulang itu, aku memberanikan diri bertanya, "Bu, ngapain
sih dulu ibu kok cium Tomy?".
"Aah, kamu ini kok maih diingat-ingat juga siih", jawab ibuku sambil
memandangku.
"Jelas dong buu..., Kan asyiik", kataku menggoda.
"Naah, tambah kurang ajar thoo, Ingat Riris lho Tom..., Nanti kedengaran
ayahmu juga bisa geger lho Tom".
"Tapii, sebenarnya kenapa siih bu..., Tomy jadi penasaran lho".
"Aah, ini anak kok nggak mau diem siih, Tapi eeh..., anu..., Tom,
sebenarnya waktu itu, waktu kita jagongan itu, ibu lihat tampangmu itu kok
ganteng banget. Hidungmu, bibirmu, matamu yang agak kurang ajar itu kok
membuat ibu jadi gemes banget deeh sama kamu. Makanya waktu lampu mati itu,
entah setan dari mana, ibu jadi pengin banget menciummu dan merangkulmu. Ibu
sebenarnya jadi malu sekali. Ibu macam apa kau ini, masa lihat menantunya
sendiri kok blingsatan".
"Mungkin, setannya ya Tomy ini Bu..., Saat ini setannya itu juga deg-degan
kalau lihat ibu mertuanya. Ibu boleh percaya boleh tidak, kadang-kadang
kalau Tomy lagi sama Riris, malah bayangin Ibu lho. Bener-bener nih. Sumpah
deh. Kalau Ibu pernah bayangin Tomy nggak kalau lagi sama Bapak", aku
semakin berani.
"aah nggak tahu ah..., udaah..., udaah..., nanti kalau keterusan kan nggak
baik. Hati-hati setirnya. Nanti kalau nabrak-nabrak dikiranya nyetir sambil
pacaran ama ibu mertuanya. Pasti ibu yang disalahin orang, Dikiranya yang
tua niih yang ngebet", katanya.
"Padahal dua-duanya ngebet lo Bu. Buu, maafin Tomy deeh. Tomy jadi pengiin
banget sama ibu lho..., Gimana niih, punya Tomy sakit kejepit celana nihh",
aku makin berani.
"Aduuh Toom, jangan gitu dong. Ibu jadi susah nih. Tapi terus terang aja
Toom.., Ibu jadi kayak orang jatuh cinta sama kamu.., Kalau udah begini,
udah naik begini, ibu jadi pengin ngeloni kamu Tom..., Tom kita cepat pulang
saja yaa..., Nanti diterusin dirumah..., Kita pulang ke rumahmu saja
sekarang..., Toh lagi kosong khan..., Tapi Tom menggir sebentar Tom, ibu
pengen cium kamu di sini", kata ibu dengan suara bergetar.

ooh aku jadi berdebar-debar sekali. Mungkin terpengaruh juga karena aku
sudah satu minggu tidak bersetubuh dengan istriku. Aku jadi nafsu banget.
Aku minggir di tempat yang agak gelap. Sebenarnya kaca mobilku juga sudah
gelap, sehingga tidak takut ketahuan orang. Aku dan ibu mertuaku
berangkulan, berciuman dengan lembut penuh kerinduan. Benar-benar, selama
ini kami saling merindukan.
"eehhm..., Toom ibu kangen banget Toom", bisik ibu mertuaku.
"Tomy juga buu", bisikku.
"Toom..., udah dulu Tom..., eehmm udah dulu", napas kami memburu.
"Ayo jalan lagi..., Hati-hati yaa", kata ibu mertuaku.
"Buu penisku kejepit niih..., Sakit", kataku.
"iich anak nakal", Pahaku dicubitnya.
"Okey..., buka dulu ritsluitingnya" , katanya.
Cepat-cepat aku buka celanaku, aku turuni celana dalamku. Woo, langsung
berdiri tegang banget. Tangan kiri ibu, aku tuntun untuk memegang penisku.
"Aduuh Toom. Gede banget pelirmu..., Biar ibu pegangin, Ayo jalan.
Hati-hati setirnya".
Aku masukkan persneling satu, dan mobil melaju pulang. Penisku dipegangi
ibu mertuaku, jempolnya mengelus-elus kepala penisku dengan lembut. Aduuh,
gelii... nikmat sekali. Mobil berjalan tenang, kami berdiam diri, tetapi
tangan ibu terus memijat dan mengelus-elus penisku dengan lembut.

Sampai di rumahku, aku turun membuka pintu, dan langsung masuk garasi.
Garasi aku tutup kembali. Kami bergandengan tangan masuk ke ruang tamu. Kami
duduk di sofa dan berpandangan dengan penuh kerinduan. Suasana begitu hening
dan romantis, kami berpelukan lagi, berciuman lagi, makin menggelora. Kami
tumpahkan kerinduan kami. Aku ciumi ibu mertuaku dengan penuh nafsu. Aku
rogoh buah dadanya yang selalu aku bayangkan, aduuh benar-benar besar dan
lembut.
"Buu, Tomy kangen banget buu..., Tomy kangen banget".
"Aduuh Toom, ibu juga..., Peluklah ibu Tom, peluklah ibu" nafasnya semakin
memburu.
Matanya terpejam, aku ciumi matanya, pipinya, aku lumat bibirnya, dan
lidahku aku masukkan ke mulutnya. Ibu agak kaget dan membuka matanya.
Kemudian dengan serta-merta lidahku disedotnya dengan penuh nafsu.
"Eehhmm.., Tom, ibu belum pernah ciuman seperti ini..., Lagi Tom masukkan
lidahmu ke mulut ibu"
Ibu mendorongku pelan, memandangku dengan mesra. Dirangkulnya lagi diriku
dan berbisik, "Tom, bawalah Ibu ke kamar..., Enakan di kamar, jangan
disini".
Dengan berangkulan kami masuk ke kamar tengah yang kosong. Aku merasa
tidak enak di tempat tidur kami. Aku merasa tidak enak dengan Riris apabila
kami memakai tempat tidur di kamar kami.
"Bu kita pakai kamar tengah saja yaa".
"Okey, Tom. Aku juga nggak enak pakai kamar tidurmu. Lebih bebas di kamar
ini", kata ibu mertuaku penuh pengertian. Aku remas pantatnya yang bahenol.
"iich.., dasar anak nakal", ibu mertuaku merengut manja.

Kami duduk di tempat tidur, sambil beciuman aku buka pakaian ibu mertuaku.
Aku sungguh terpesona dengan kulit ibuku yang putih bersih dan mulus dengan
buah dadanya yang besar menggantung indah. Ibu aku rebahkan di tempat tidur.
Celana dalamnya aku pelorotkan dan aku pelorotkan dari kakinya yang indah.
Sekali lagi aku kagum melihat vagina ibu mertuaku yang tebal dengan bulunya
yang tebal keriting. Seperti aku membayangkan selama ini, vagina ibu
mertuaku benar menonjol ke atas terganjal pantatnya yang besar. Aku tidak
tahan lagi memandang keindahan ibu mertuaku telentang di depanku. Aku buka
pakaianku dan penisku sudah benar-benar tegak sempurna. Ibu mertuaku
memandangku dengan tanpa berkedip. Kami saling merindukan kebersamaan ini.
Aku berbaring miring di samping ibu mertuaku. Aku ciumi, kuraba, kuelus
semuanya, dari bibirnya sampai pahanya yang mulus.

Aku remas lembut buah dadanya, kuelus perutnya, vaginanya, klitorisnya aku
main-mainkan. Liangnya vaginanya sudah basah. Jariku aku basahi dengan
cairan vagina ibu mertuaku, dan aku usapkan lembut di clitorisnya. Ibu
menggelinjang keenakan dan mendesis-desis. Sementara peliku dipegang ibu dan
dielus-elusnya. Kerinduan kami selama ini sudah mendesak untuk ditumpahkan
dan dituntaskan malam ini. Ibu menggeliat-geliat, meremas-remas kepalaku dan
rambutku, mengelus punggungku, pantatku, dan akhirnya memegang penisku yang
sudah siap sedia masuk ke liang vagina ibu mertuaku.
"Buu, aku kaangen banget buu..., Tomyy kanget banget..., Tomy anak nakal
buu..", bisikku.
"Toom..., ibu juga. sshh..., masukin Toom..., masukin sekarang..., Ibu
sudah pengiin banget Toom, Toomm...", bisik ibuku tersengal-sengal. Aku naik
ke atas ibu mertuaku bertelakn pada siku dan lututku.

Tangan kananku mengelus wajahnya, pipinya, hidungnya dan bibir ibu
mertuaku. Kami berpandangan. Berpandangan sangat mesra. Penisku dituntunnya
masuk ke liang vaginanya yang sudah basah. Ditempelkannya dan
digesek-gesekan di bibir vaginanya, di clitorisnya. Tangan kirinya memegang
pantatku, menekan turun sedikit dan melepaskan tekanannya memberi komando
penisku.

Kaki ibu mertuaku dikangkangnya lebar-lebar, dan aku sudah tidak sabar
lagi untuk masuk ke vagina ibu mertuaku. Kepala penisku mulai masuk, makin
dalam, makin dalam dan akhirnya masuk semuanya sampai ke pangkalnya. Aku
mulai turun naik dengan teratur, keluar masuk, keluar masuk dalam vagina
yang basah dan licin. Aduuh enaak, enaak sekali.
"Masukkan separo saja Tom. Keluar-masukkan kepalanya yang besar ini...,
Aduuh garis kepalanya enaak sekali".
Nafsu kami semakin menggelora. Aku semakin cepat, semakin memompa penisku
ke vagina ibu mertuaku. "Buu, Tomy masuk semua, masuk semua buu"
"Iyaa Toom, enaak banget. Pelirmu ngganjel banget. Gede banget rasane. Ibu
marem banget" kami mendesis-desis, menggeliat-geliat, melenguh penuh
kenikmatan. Sementara itu kakinya yang tadi mengangkang sekarang dirapatkan.
Aduuh, vaginanya tebal banget. Aku paling tidak tahan lagi kalau sudah
begini. Aku semakin ngotot menyetubuhi ibu mertuaku, mencoblos vagina ibu
mertuaku yang licin, yang tebal, yang sempit (karena sudah kontraksi mau
puncak). Bunyinya kecepak-kecepok membuat aku semakin bernafsu. Aduuh, aku
sudah tidak tahan lagi.
"Buu Tomy mau keluaar buu..., Aduuh buu.., enaak bangeet".
"ssh..., hiiya Toom, keluariin Toom, keluarin".
"Ibu juga mau muncaak, mau muncaak..., Toomm, Tomm, Teruss Toomm", Kami
berpagutan kuat-kuat. Napas kami terhenti. Penisku aku tekan kuat-kuat ke
dalam vagina ibu mertuaku.

Pangkal penisku berdenyut-denyut. menyemprotlah sudah spermaku ke vagina
ibu mertuaku. Kami bersama-sama menikmati puncak persetubuhan kami.
Kerinduan, ketegangan kami tumpah sudah. Rasanya lemas sekali. Napas yang
tadi hampir terputus semakin menurun.
Aku angkat badanku. Akan aku cabut penisku yang sudah menancap dari dalam
liang vaginanya, tetapi ditahan ibu mertuaku.
"Biar di dalam dulu Toom..., Ayo miring, kamu berat sekali. Kamu nekad
saja..., masa' orang ditindih sekuatnya", katanya sambil memencet hidungku.
Kami miring, berhadapan, Ibu mertuaku memencet hidungku lagi, "Dasar anak
kurang ajar..., Berani sama ibunya.., Masa ibunya dinaikin, Tapi Toom...,
ibu nikmat banget, 'marem' banget. Ibu belum pernah merasakan seperti ini".
"Buu, Tomy juga buu. Mungkin karena curian ini ya buu, bukan miliknya...,
Punya bapaknya kok dimakan. Ibu juga, punya anakya kok ya dimakan, diminum",
kataku menggodanya.
"Huush, dasar anak nakal.., Ayo dilepas Toom.., Aduuh berantakan niih
Spermamu pada tumpah di sprei, Keringatmu juga basahi tetek ibu niih".
"Buu, malam ini ibu nggak usah pulang. Aku pengin dikelonin ibu malam ini.
Aku pengin diteteki sampai pagi", kataku.
"Ooh jangan cah bagus..., kalau dituruti Ibu juga penginnya begitu. Tapi
tidak boleh begitu. Kalau ketahuan orang bisa geger deeh", jawab ibuku.
"Tapi buu, Tomy rasanya emoh pisah sama ibu".
"Hiyya, ibu tahu, tapi kita harus pakai otak dong. Toh, ibu tidak akan
kabur.., justru kalau kita tidak hati-hati, semuanya akan bubar deh".
Kami saling berpegangan tangan, berpandangan dengan mesra, berciuman lagi
penuh kelembutan. Tiada kata-kata yang keluar, tidak dapat diwujudkan dalam
kata-kata. Kami saling mengasihi, antara ibu dan anak, antara seorang pria
dan seorang wanita, kami tulus mengasihi satu sama lain.

Malam itu kami mandi bersama, saling menyabuni, menggosok, meraba dan
membelai. Penisku dicuci oleh ibu mertuaku, sampai tegak lagi.
"Sudaah, sudaah, jangan nekad saja. Ayo nanti keburu malam".
Malam itu sungguh sangat berkesan dalam hidupku. Hari-hari selanjutnya
berjalan normal seperti biasanya. Kami saling menjaga diri. Kami menumpahkan
kerinduan kami hanya apabila benar-benar aman. Tetapi kami banyak kesempatan
untuk sekedar berciuman dan membelai. Kadang-kadang dengan berpandangan mata
saja kami sudah menyalurkan kerinduan kami. Kami semakin sabar, semakain
dewasa dalam menjaga hubungan cinta-kasih kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar