Senin, 27 Desember 2010

pesta siksa


pesta siksa
Panggil saja aku Fire. Karena aku tidak ingin menjadi siapapun juga kecuali menjadi api. Yang selalu membakar dan menggairahkan. Awalnya aku tidak menyadari bakat (atau kelainan) ku ini. Aku adalah seorang gadis yang baik-baik saja dari kecil hingga dewasa. Namun ketika pertama kali aku mengenal seks, aku temukan yang hilang dalam diriku.

Kulepaskan keperawananku pada pacar pertamaku. Vega namanya. Sejak awal ia memang hanya iseng padaku. Teman-temanku berkata bahwa ia hanya akan memacariku sampai aku melepaskan keperawananku padanya. Saat itu, pulang sekolah, seperti biasa ia menjemputku. Kebetulan orang tuaku sedang keluar kota. Aku tahu bahwa ia tidak akan mengantarku pulang.

Ternyata benar. Ia membawaku ke sebuah motel. Dengan gayanya yang sok Don Juan, ia melepaskan pakaianku. Saat itu yang ada dalam kepalaku hanya perasaan ingin tahu. Lalu Vega menelanjangiku, dan menidurkan aku ke atas ranjang. Kubiarkan ia meremas remas payudaraku yang besar (36B). Ada rasa aneh seperti menggelitik saat itu. Vega menciumi dan menjilati puting susuku. Lalu tangannya yang satu lagi menjalar ke vaginaku. "Akhh.." tak terasa aku mendesah. Lidah Vega menjilati putingku lalu beralih ke payudaraku yang satu lagi. Kedua putingku mengeras.

Tiba-tiba kurasakan jari Vega masuk ke dalam vaginaku. Dan ia memain-mainkan jarinya. Aku merasa nikmat, namun juga sedikit sakit. "Oohh.. Sakit, Veg.." ujarku. Vega terus menjilat dan menyedot putingku. Aku menggeliat-geliat sementara tanganku menjambak rambutnya. Saat itu Vega langsung membuka pakaiannya. Kami berdua kini sama-sama telanjang. Aku dapat melihat penisnya yang menegang, tersembul ketika ia melepaskan celana dalamnya. Bulu-bulu lebat memenuhi kemaluan dan pahanya. Tanpa basa-basi, Vega langsung memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. "Aaww!!" Aku merasa kesakitan. Aku berusaha mendorong Vega, tetapi ia sangat kuat. Kelihatan sekali bahwa ia sangat bersusah payah untuk memasukkan kemaluannya.

Vega merentangkan kedua pahaku dan kembali berusaha memasukkan penisnya. "Akhh.. Sakit, Veg.." Lalu, bles.. tiba-tiba penisnya sudah masuk ke dalam vaginaku. Dengan cepat ia menggesek, mendorong penisnya dalam vaginaku. "Kamu suka nggak, sayang. Kamu suka nggak sama punyaku?" ujarnya sambil terus mendorong penisnya tanpa memperhatikan aku yang mengerang dan menjambaki rambutnya. Ditengah-tengah rasa sakitku, sebenarnya aku merasakan kenikmatan.

Lalu tiba-tiba Vega mencengkram bahuku dan tiba-tiba ia mengerang dan mengeluarkan penisnya dan menjulurkannya ke atas dadaku. Creett.. Sperma menyembur dan membawahi dadaku. Kulihat kepuasan di wajah Vega. Aku tak mengerti apa yang terjadi saat itu. Kemudian Vega menggeletakkan dirinya di sebelahku. Aku bangkit dan membersihkan sperma di dadaku. Saat itu aku melihat darah sedikit di atas sprei. Saat itu juga aku menyadari bahwa aku tidak perawan lagi. Benar juga, seperti kata teman-temanku, Vega memang memutuskan aku, beberapa hari setelah itu. Anehnya, aku tidak menyesal. Malahan saat itu aku merasa bahwa aku menjadi berbeda dan lebih kuat.

Selang beberapa tahun setelah itu, aku berpacaran dengan beberapa teman lelakiku dan selalu berhubungan initim. Begitu lepas SMA, Papa mengirim aku ke UK untuk sekolah manajemen. Di sana aku tinggal sendiri di sebuah apartemen milik kerabat Papa. Ada sebuah bar di sana yang bernama Lorga. Setiap akhir pekan aku selalu ke sana. Lama-lama, para bertender di sana kenal denganku. Saat itu aku betul-betul jenuh dengan kehidupan seksku. London sangat bebas. Aku pernah tidur dengan bermacam-macam lelaki. Black, White, Chinese, Japan, hampir segala ras pernah aku pacari dan getting laid. Pink, salah satu bartender di Lorga, yang kebetulan pernah getting laid denganku menyarankan untuk datang ke sebuah pesta pribadi temannya.

Lalu aku pun pergi ke sana. Rupanya pesta itu adalah sebuah pesta seks. Tanpa tahu temannya, aku pun bergabung dengan keramaian di sana. Ketika aku datang, semua orang sudah saling menempel dan ada pula yang sudah memulai. Musik underground terdengar memenuhi dadaku. Awalnya aku bingung hendak apa.

Akhirnya aku bergabung dengan sebuah kelompok di sebuah sudut, lima orang lelaki dan dua orang wanita, semuanya telanjang. Aku lepaskan seluruh pakaianku dan bergabung dengan mereka. Ketika aku mendekat, mereka semuanya tidak ada yang terganggu. Salah satu pria di situ, seorang pria latin (Namanya Ronnie, dari Itali) memiliki penis yang sangat besar "menganggur". Yang lain, penisnya sedang di jilat oleh kedua wanita itu. Aku meremas penis pria itu. Pria itu sedang menjilati puting salah satu wanita di situ. Aku pun mulai mengulum penisnya.

Tiba-tiba kakiku direnggangkan oleh seorang lelaki. Aku merasakan basah di vaginaku. Rupanya seorang lelaki Negro tengah menjilati vaginaku. Tanganku mulai menekan-nekan penis pria itu sementara pria Negro itu menyedot vaginaku. Dan seorang lelaki yang sedang bercinta dengan seorang wanita lain menjilati puting payudaraku. Sungguh hebat dan nikmat. Aku sangat terangsang.

Tiba-tiba pria yang sedang aku sedot penisnya menarik kepalaku. Ia menatapku lalu menciumi bibirku. Kelihatannya ia ingin memasukkan penisnya ke dalam vaginaku, tetapi mereka mengeroyokku. Tiba-tiba si Negro membalikkan tubuhku. Rupanya ia ingin doggy style denganku. Ia memasukkan penisnya yang sangat besar ke dalam lubang vaginaku. Lalu ia mengocok penisnya ke dalam vaginaku. Aku sangat terangsang. Pria Itali itu memperhatikanku. Entah mengapa aku seperti tertantang. Terlihat seorang wanita di depanku baru selesai disetubuhi oleh seorang lelaki. Aku langsung menciumi puting wanita itu dan menciumi bibir wanita itu. Pria Itali itu mendekati kami dan memasukkan penisnya ke dalam vagina wanita itu. Doggy style juga, sama seperti si Negro denganku.

Namun aku tak mampu lagi untuk memperhatikan pria Itali itu karena tiba-tiba dua orang lelaki mendekati aku dan menarik rambutku, minta agar aku melakukan blow job. Aku lalu menjilati penis lelaki itu, sementara salah satu wanita di dekatku menghisap puting payudaraku. Malam itu malam terhebat yang pernah aku lewati. Tubuhku disembur oleh sperma dari bermacam-macam lelaki di situ.

Ketika pagi, tubuh-tubuh telanjang bergeletakan di lantai. Tanpa aku sadari. Pria Itali itu rebahan di sampingku. "What's your name?" tanyanya. Akupun memberikan nama, alamat dan nomor teleponku. Ronnie, pria itu mengundangku untuk datang ke pertemuan berikutnya yang kebetulan dilaksanakan di rumahnya. Aku langsung menyanggupi. Ketika aku pulang, aku tetap tidak mengenali mereka, merekapun tidak mengetahui siapa aku, kecuali Ronnie.

Langsung ke weekend berikutnya, aku datang ke rumah Ronnie. Rupanya pesta belum dimulai. Hanya aku sendiri di situ, berdua dengan Ronnie. Kami tidak mengobrol karena Ronnie langsung menelanjangiku. Kali ini ia malah tidak melepaskan pakaiannya. Ia malah mengenakan sebuah rantai di leherku. "Your going to love this." Katanya. Lalu Ronnie melepaskan kemejanya. Pada saat yang bersamaan, terdengar ketukan di pintu. Ronnie membukakan pintu. Tiga orang pria masuk. Salah satunya pria Negro bartender itu yang kulihat di pesta yang lalu. Mereka kelihatan senang melihatku. Langsung saja mereka melepaskan kemeja mereka.

Dua orang yang lain masuk ke kamar Ronnie dan kembali dengan sebuah kamera video. Ronnie mulai menarik rantaiku dan menyuruhku duduk di lantai. Pria Negro itu mengikatkan tambang kecil di seluruh tubuhku. Aku tidak dapat bergerak. Tangan dan kakiku diikat menjadi satu. Ronnie melepaskan celananya dan menekan kepalaku sementara si Negro memegangi pahaku dan mulai menciumi vaginaku. Pria yang lainnya mulai melepaskan pakaiannya sementara yang satu lagi merekam kami. Anehnya, aku benar-benar menyukainya. Ronnie benar. Aku menghisap penis Ronnie. Ronnie menjambak rambutku. Si Negro menjilati klitorisku hingga betul-betul becek. Pria yang satu lagi, lebih kurus dari Ronnie, si Negro dan yang memegang video menciumi payudaraku. Lalu si Negro selesai menciumi vaginaku. Ia memukuli pantatku hingga aku kesakitan. Mulutku penuh dengan penis Ronnie. Sementara aku merasa pantatku panas karena dipukuli oleh si Negro.

Si pria kurus melepaskan ikatanku. Si Negro menarik pinggulku hingga si pria kurus berada di bawahku, sementara Ronnie, sambil memegangi rantai leherku, terus kujilati penisnya. Tiba-tiba, si pria kurus memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Tetapi aku merasakan si Negro membuka pantatku. Awalnya aku agak cemas. Aku melepaskan penis Ronnie dari dalam mulutku, tetapi Ronnie, menarik rantai leherku dan menekan kepalaku agar aku terus menjilati penisnya.

Dan bleg, aku merasakan penis si Negro masuk ke dalam pantatku. "Akhh.. It's hurt! " jeritku, namun Ronnie menamparku dan kembali menarik rantai leherku dan memasukkan penisnya ke dalam mulutku. Aku merasa diperkosa. Si pria kurus menekan-nekankan penisnya ke dalam vaginaku, sementara si Negro terus menekankan penisnya ke dalam duburku, sementara si pria video terus merekam. Ronnie semakin keras menjambak rambutku. Tanpa terasa aku menikmatinya. Mungkin karena sempit, si Negro orgasme duluan. Ia menyemprotkan spermanya ke punggungku. Pria video kelihatan sangat horny. Ia mengoper video itu ke pria Negro dan menggantikan posisi pria Negro, membuka celananya dan mengeluarkan alat vitalnya yang sudah mengeras ke dalam duburku. Aku betul-betul merasa nikmat. "Aakhh.. I think I'm coming.." desahku.

Ronnie berhenti memaksaku untuk menjilati penisnya, sementara pria kurus terus menekan penisnya sambil menjilati puting payudaraku dan si pria video terus menekan-nekankan duburnya. oohh.. yeaahh.. akkhh!! I'm coming.. " jeritku sambil merejang, menegang, sementara pria kurus terus mengulum puting susuku dan menekan-nekankan penisnya. Dan aku orgasme. Pria kurus tidak lama kemudian juga menyemprotkan spermanya. Begitu pula pria video. Pria kurus membanting tubuhku dan menyemprotkan spermanya ke tubuh dan mulutku. Aku merasa sangat lelah. Namun aku menggosok-gosokkan sperma ke seluruh tubuhku.

Pria Negro mendekatkan kameranya kepadaku, dari mulutku yang penuh sperma, ke tanganku yang mengusap-usapkan sperma dan ke vaginaku yang sangat basah. Setelah itu ketiga pria itu menciumi bibirku, putingku dan mengatakan bahwa aku sangat hebat. Ronnie masuk sambil membawa segelas air dan sebuah pil. Ronnie juga memujiku. Ia menyuruhku untuk meminum pil itu. Ia mengatakan bahwa aku akan menjadi pulih dan lebih kuat setelah minum pil itu.

Benar juga. Belum berapa lama, aku sudah merasa bertenaga. Aku menanyakan pada mereka untuk apa video itu. Rupanya mereka mengoleksi video-video semacam itu. Aku meminta kopinya. Aku tak keberatan dengan video itu. Aku menyukai dan sangat menikmati suasana tadi. Ronnie menawarkan aku untuk ikut kembali minggu depan. Namun minggu depan mereka akan mengadakannya di alam terbuka. Aku sangat tertarik. Begitulah kehidupanku di sana. Setiap akhir pekan, selalu ada new experience bersama Ronnie. Terkadang, aku merindukan suasana itu di Jakarta. Adakah?
siksaan tanpa ampun
Malam semakin larut saat Mei sedang menunggu angkutan umum sepulang kerjanya. Telah lebih seminggu Mei bekerja di sebuah pasar swalayan, dimana karyawan dan karyawatinya pulang kerja jam sepuluh malam. Mei berwajah cantik dengan bentuk muka oval, mata yang indah, hidung mancung, dan bibir yang menawan.

Rambutnya yang ikal tergerai menambah kecantikannya. Siapapun yang melihat wajah Mei pasti akan kagum. Apalagi ditunjang oleh tubuhnya yang tinggi semampai dan proporsional. Lehernya yang jenjang indah, pinggangnya yang ramping, dadanya yang padat berisi, serta kakinya yang mulus menambah daya pikatnya. Apalagi dengan gerak-geriknya yang anggun, pastilah suka hati seseorang yang melihatnya.

Tidak jauh dari tempat Mei menunggu, tiga orang lelaki bersembunyi mengamat-amati. Mereka adalah Johan, Wijaya, dan Steven. Sudah tiga hari mereka melakukan pengamatan terhadap Mei. Mereka bertiga memang berniat tidak baik terhadap gadis itu. Maka pada hari keempat tersebut mereka telah mengenal daerah tersebut, dan mengetahui bahwa tempat Mei menunggu tersebut adalah tempat yang paling cocok untuk menyergap dan menculik Mei.

Saat yang dinanti tiba. Sewaktu keadaan benar-benar sepi dan tidak terdapat orang lain, mereka bertiga langsung mendekati serta mengepung Mei. Johan yang menjadi pimpinan mereka mengeluarkan sebuah pisau lipat dari sakunya dan cepat menodongkannya ke arah peruh Mei. Tentu saja Mei ketakutan dibuatnya. Apalagi diiringi oleh Wijaya dan Steven yang menyeringai buas sambil memegangi tangan Mei. Dibawah ancaman, Mei terpaksa menuruti kemauan ketiga lelaki tersebut untuk menculiknya dan membawanya ke mobil mereka.

Di dalam mobil, mereka mengikat kaki dan tangan Mei serta menyumpal mulutnya dengan plester. Mata Mei ditutup dengan saputangan hitam. Setelah itu mereka membawa Mei ke luar kota dan ke sebuah rumah kosong yang menjadi sarang ketiga lelaki tersebut. Mei mereka ikat dengan posisi kedua tangan di belakang.

Setelah itu Steven melepaskan ikatan pada kaki Mei. Steven juga membuka plester pada mulut dan saputangan yang menutup mata Mei. Wijaya menyalakan sebuah lampu baterai yang menerangi tempat itu dengan cukup terang, karena lampu baterai itu bercahaya putih terang. Mata Mei silau dibuatnya akibat perubahan mendadak dari gelap menjadi terang. Johan langsung mengeluarkan pisau lipatnya dan mulai menyobek baju seragam yang dikenakan Mei. Mei hanya meratap meminta belas kasihan, tetapi Joe membentaknya serta terus menyobek baju dan rok Mei. Akhirnya Mei hanya tinggal mengenakan bra dan celana dalam.

Tubuhnya yang putih menggiurkan terlihat jelas. Ketiga lelaki tersebut menatap tidak berkedip dengan buasnya. Apalagi melihat payudara Mei yang membayang di balik bra-nya.
"Gilee.. putih banget..!" Wijaya berdecak. "Teteknya besar, Coy..!"
"Kita pesta malam ini." Steven menimpali dengan seringainya.
"Ampun Bang.. jangan perkosa saya Bang.. ampun Baang..," Mei meratap sambil terisak-isak ketakutan.
"Heh..! Lo perempuan jangan banyak cing-cong!" Johan kembali membentak.
Lalu ia dengan kasar merenggut bra yang dikenakan Mei, sehingga tali bra tersebut putus, sedangkan kedua payudara Mei membusai dan berguncang-guncang akibat lepasnya bra tersebut secara paksa. Payudara Mei yang indah terekspos dengan jelas.

"Kenceng banget nih tetek! Bikin makin napsu aja. Gue enggak sabar ngeliat gimana muka ini perempuan kalo itu tetek gue potong pake ini." kata Wijaya sambil mengeluarkan sebuah pisau dapur yang besar dan mengkilat.
Mei hampir saja tidak percaya bahwa yang dibicarakan oleh Wijaya adalah payudara miliknya. Sementara Steven dan Joe hanya tertawa kejam.
"Jangan Bang.. saya mohon Bang..!" Mei hanya dapat menangis.
Johan menamparnya dengan keras. "Jangan nangis lo perempuan. Ikut aja apa yang gue kerjain! Kalo lo berani macem-macem, gue cincang lo pake pisau ini!"

Mei terdiam, walaupun masih terisak-isak. Hatinya ciut bukan main. Sementara Johan sudah merobek celana dalamnya sehingga Mei benar-benar telanjang bulat.
Lalu Johan memberi komando, "Stev, lo mulai duluan..!"
Steven langsung menyerbu. Kedua payudara Mei dia remas dengan ganas dan dengan sekuat tenaganya. Mei berteriak kesakitan dibuatnya. Tapi tamparan dari Johan membuat Mei langsung bungkam, dan akhirnya Mei hanya merintih-rintih menahan sakit dan derita pada payudaranya.

"Ah! Lembut banget nih tetek. Tetek perawan emang hebat!" Steven terkekeh.
Lalu ia melumat payudara Mei dengan menggunakan mulutnya. Puting susu Mei digigit dan ditarik dengan giginya, sehingga Mei megap-megap menahan kesakitan. Wijaya yang sudah tidak tahan langsung membuka celananya. Batang kejantanannya yang sudah tegang diarahkan ke mulut Mei. Mei merasa jijik.
"Ayo isep kontol gue! Kalo macem-macem nanti gue bakar tetek lo!" bentak Wijaya.
Tentu saja Mei tidak punya pilihan lain kecuali menerima penis Wijaya yang berbau amis itu di dalam mulutnya.

Karena Mei tidak berpengalaman, tentu saja Wijaya marah. Dia menjambak rambut Mei dan membentak, "Isep, goblok! Pake lidah lo!"
Mei terpekik, dan karena demikian takutnya, langsung menuruti perintah Wijaya.
"Nah.. gitu.. enak.. teruus..!" Wijaya mengerang keenakan.
Mei terus menyedot dan menghisap betang kemaluan Wijaya dengan perasaan jijik dan muak. Sementara Steven sedang meremas payudara Mei dari belakang dengan kasar. Bahkan sesekali ditariknya payudara Mei dengan kuat, sehingga Mei tersedak dan kelojotan menahan sakit, mengira bahwa payudaranya hendak dicopot oleh Steven.

Setelah puas, Steven menyuruh Mei mengambil posisi menungging dengan tetap mengemut batang penis Wijaya. Steven membuka celananya dan dengan kasar didobraknya vagina Mei dengan kejantanannya. Mei menjerit sesaat, merasakan perih pada vaginanya. Darah keperawanan mengalir dari lubang vagina Mei. Steven dengan kasar menggoyang batang penisnya di dalam vagina Mei.
"Ah.. enak banget memek perawan. Legit dan sempit."
Wijaya melepaskan batang penisnya dari mulut Mei, dan menyusup di bawah Mei tepat di bawah kedua payudara Mei yang bergelantungan dan bergoyang-goyang. Lalu Wijaya melahap payudara Mei dengan mulutnya, sementara tangannya beroperasi pada payudara lainnya.

Johan yang sudah sangat bernafsu langsung membuka celananya dan memerintahkan Mei menghisap penisnya. Jadilah Mei saran pemuas nafsu ketiga lelaki tersebut. Payudaranya diperas, dicubit, diremas, digigit, dan dipermainkan dengan kasar oleh ketiganya. Sementara bergantian Johan, Wijaya, dan Steven menjebol lubang vagina dan anusnya. Tanpa belas kasihan mereka menampar, memukul, bahkan menohok vagina Mei dengan sebuah besi batangan seukuran pergelangan tangan orang dewasa, membuat Mei hampir pingsan tidak sadarkan diri. Namun setiap kali kesadaran Mei memudar, Johan langsung menyadarkannya dengan tamparan ke wajah, renggutan pada payudara, dan jambakan pada rambut, sehingga Mei benar-benar merasakan siksaan yang luar biasa pada sekujur tubuhnya terutama alat-alat seksualnya. Vagina Mei menerima semburan sperma dari Wijaya dan Steven.

Terakhir kali, dengan sadisnya Johan menyetubuhi Mei tanpa ampun dan tidak kenal belas kasihan. Penisnya yang besar dan keras bagaikan batang kayu menerobos vagina Mei. Mei yang sudah letih dan lelah merasakan siksaan berbaring telentang dengan paha mengangkang, sedangkan kedua tangannya masih terikat ke belakang. Sambil menyetubuhi Mei, Johan menarik-narik kedua puting susu Mei yang sudah membengkak akibat siksaan. Sesekali tangannya menampar payudara Mei, membuat payudara tersebut memerah. Mei meregang-regang diperlakukan seperti itu.

Beberapa menit kemudian, Johan mencapai puncak kepuasannya, menyemburkan spermanya ke dalam vagina Mei sehingga vagina tersebut benar-benar menerima benih dari ketiga lelaki tersebut. Mei hanya menangis lemah dan membayangkan bahwa dia pasti akan hamil karena masa itu adalah masa subur baginya.

Setelah nafsu seks mereka terpuaskan, ketiga lelaki tersebut beristirahat selama lima belas menit. Setelah itu Johan mengambil batangan besi yang tadi digunakan untuk menohok vagina Mei, dan memasukkan benda tersebut sedalam mungkin ke vagina Mei. Sebagai akibat rasa sakit yang dideritanya, Mei menjerit kuat sambil meratap minta dikasihani. Johan tertawa sinis. Wijaya tidak mau ketinggalan ikut memasukkan sebuah tongkat pendek yang diameternya sekitar 5 cm ke dalam vagina Mei, sehingga vagina tersebut dimasuki oleh dua buah benda yang membuat rasa sakit Mei semakin menjadi-jadi. Luar biasa sekali penderitaan Mei dengan batangan besi dan tongkat yang dimasukkan ke vaginanya yang semula masih perawan. Dengan lebih gila, Steven menaburi vagina Mei dengan bubuk merica dan bubuk cabai sehingga Mei berkelojotan dibuatnya. Johan, Steven, dan Wijaya menonton penderitaan Mei dengan perasaan puas.

"Sekarang babak akhir permainan kita." Johan menyeringai kejam.
Lalu ia mengambil pisau dapur milik Wijaya yang tergeletak di lantai.
"Gue pengen tau gimana suara dan muka lo perempuan, kalo gue potong tetek lo!"
Mei menjerit-jerit ngeri dan berusaha menjauh dari Johan dengan menggunakan kedua kakinya. Tentu saja Johan lebih cepat, dan dengan sigap tangan kirinya meraih payudara Mei yang sebelah kanan. Lututnya ditekan ke perut Mei sehingga Mei terbaring di lantai. Payudara Mei ditarik, dan pisau di tangan kanan Johan ditempelkan ke pangkal payudara tersebut.

Johan berteriak kepada Wijaya dan Steven, "Gimana menurut lo berdua?"
"Udah! Babat aja sampe putus itu tetek..!" Wijaya berteriak dengan bernafsu.
"Gue udah nggak sabar pengen ngeliat perempuan itu berpisah dengan kedua teteknya!" timpal Steven tanpa perasaan.
"Lo dengar, perempuan? Mereka mau gue potong tetek lo..!" Johan terkekeh dengan dingin.
Mei menggeleng-geleng tanpa mampu berkata-kata. Bayangan ketakutan akan pemotongan terhadap payudaranya menyebabkan ia tidak dapat bersuara.

Tidak lama kemudian, Johan mengerakkan tangan kanannya dengan tanpa ampun dan.., terdengarlah jeritan memilukan menyayat hati dari gadis tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar