Senin, 27 Desember 2010

SEMUA INGIN MEMPERKOSAKU


Kalau ada orang yang benci pada dirinya sendiri, barangkali aku adalah orangnya. Aku sungguh benci pada tubuhku, wajahku, rambutku dan semuanya. Ya..., perasaan itu semua timbul karena segala kelebihan yang kumiliki justru mengancam diriku sendiri. Berkali-kali jiwaku terancam karena mereka ingin memperkosaku.

Yang Jebih mengherankan adalah mereka bukanlah orang lain, melainkan orang-orang yang aku kenal. Orang yang sangat dekat dengan diriku. Sungguh memalukan.

Sampai sekarang aku masih terus memikirkan mengapa orang-orang di sekelilingku ingin memperkosaku. Ya ayah kandung, ayah tiriku, dan paman. Entah mengapa mereka begitu bernafsu melihatku. Padahal mestinya mereka jadi pelindungku. Aku hampir tak percaya akan semua ini. Begitu berat beban yang harus kupikul sehingga aku hampir bunuh diri. Kupikir hanya itu jalan satu-satunya untuk keluar dan persoalan ini.

Beruntunglah saat aku mengambil pisau dapur ketahuan paman. Saat itu juga aku dicegah untuk tidak melanjutkan niatku. Aku terksiap begitu dibentak paman, "Apa kamu sudah gila ya?" Mendengar itu aku cuma bisa menangis, tak kuasa berbuat apa-apa. Rasanya segala yang kuperbuat serba salah.

Waktu itu aku memang ikut paman, setelah ayah dan ibu bercerai. Aku berpikir dengan ikut paman akan lebih aman. Tidak berpihak kepada ayah maupun ibu. Biarlah paman Sebagai pengganti orang tuaku.

Di rumah itu aku diberi kamar sendiri. Kebetulan paman dan bibi tidak punya anak. Hitungannya aku ini sebagai anak angkatnya. Mugkin karena itu aku sangat diperhatikannya, meski aku diambilnya ketika usiaku sudah menginjak remaja, 16 tahun.

Hari-hari pertamaku tinggal bersamanya dengan penuh keceriaan. Akupun mulai lupa dengan persoalan ayah dan ibu. Kupikir tak ada gunanya aku ikut memikirkan persoalan mereka, toh aku sudah dewasa.

Dalam sehari-hari aku memang tergolong gadis yang lincah. Dalam berbusana aku paling suka dengan rok mini. Mungkin karena aku senang menampakkan kelebihanku pada paha dan kaki yang putih mulus. Ditambah tubuhku yang ramping dan padat berisi. Dengan tinggi badan 167 cm dan berat 48 kg, ditunjang dengan kesempurnaan payudaraku yang berukuran 36C memang membuat banyak pria yang tertarik bahkan tergila-gila pada diriku.

Sungguh aku tak menyangka jika kesempurnaan penampilanku yang seperti itu malah menjadi bumerang. Memang banyak pria kemudian tergoda melirikku. Tapi yang tidak kusangka sama sekali kalau bahkan pamankupun ikut tergoda.

Malam itu aku tidur tanpa sempat ganti baju. Tidak biasanya aku memang ganti baju. Hanya kalau ingin saja, aku ganti baju tidur. Saat tidur itulah rupanya aku lupa mengunci pintu kamar. Aku baru terbangun ketika kurasa ada tangan nakal mengusap-usap pahaku. Betapa aku terkejut, ternyata yang ada di sisi tempat tidurku adalah pamanku sendiri. Aku terpekik, tapi seketika itu juga tangan paman membekap mulutku.

Dengan penuh harap aku memohon agar paman tak melanjutkan niatnya. Pamanpun memohon maaf dan menyatakan kehilafannya. Kuakui istri paman memang tidak begitu cantik. Ia juga tak begitu pintar merawat diri, sehingga tubuhnya yang gemuk dibiarkan begitu saja. Dalam berpakaian sekenanya, paling banter pakai daster lusuh atau kaos oblong. Kupikir-pikir memang, kok mau-maunya paman sama bibi. Apa tidak ada wanita lain, kata batinku.

Aku tak menyalahkan kalau kemudian paman melirik wanita lain, yang tidak kumengerti karena wanita yang dipilih adalah aku, kemenakannya sendiri. Untuk beberapa hari aku masih terus berpikir, jangan-jangan paman akan mengulangi perbuatannya lagi. Itu makanya setiap tidur aku tak bisa nyenyak. Kadang-kadang tengah malam aku terbangun, hanya khawatir paman tiba-tiba masuk kamarku.

Setelah kupikir-pikir, akhirnya kuputuskan untuk keluar dari rumah paman. Daripada tiap hari hatiku tak tenang. Sebenarnya bibi sempat bertanya-tanya tentang keinginanku itu. Apalagi aku masih sekolah, saat itu kelas 2 di sebuah SMU Negeri di Surabaya. Tapi dengan alasan aku kangen pada ayah, dia pun melepaskanku. Pamanku sendiri memaklumi, bahkan masih sempat minta maaf berkali-kali padaku. Rupanya dia sangat menyesali perbuatannya.

Selanjutnya aku memang pergi ke rumah ayah di Bali. Aku sudah tak ingat dengan sekolahku. Pikirku yang penting bagaimana bisa terbebas dari rasa takut. Aku berharap dengan ikut ayah hatiku bisa tentram. Sejak pisah dengan Ibu, ayah memang tinggal di sana karena alasan dagang. Ternyata ayahku sudah menikah lagi dengan seorang gadis asal Kalimantan. Ayahku sendiri berasal dari Sunda.

Aku lebih memilih tinggal bersama ayah karena ibuku telah menikah lagi Bahkan ibu telah menikah untuk kedua kalinya. Yang terakhir dia menikah dengan seorang pegawai negeri.

Ketika melihat aku datang, ayah sangat senang. Kebetulan dari pernikahan dengan gadis Kalimantan itu, ayah belum juga dikaruniai anak. Jadilah aku dijadikan anak yang manja. Bagi ibu tiriku juga tak masalah. Dia menganggapku sebagai adiknya, kebetulan dia masih sangat muda, usianya sekitar 30 tahun.

Di rumah ini pun aku mendapatkan sebuah kamar. Hari-hariku boleh dikata lebih banyak bersama ibu tiri. Itu karena ayah terlalu sibuk dengan usahanya di luar. Aku hanya bertemu ayah ketika terlambat tidur, atau pagi sekali sebelum dia berangkat kerja.

Sekali waktu aku sudah tertidur pulas ketika ayah datang. Saat itulah ayah masuk ke kamarku yang hanya ditutup kain gorden. Lagi-lagi kejadian serupa yang dilakukan paman terjadi. Aku terbangun ketika ayah sedang asyik mengusap-usap pahaku. Saat itu aku memang sedang mengenakan rok mini. Mungkin ayah sangat terangsang saat menatap rokku yang tersingkap. Aku tak menyangka sama sekali jika ayah bisa berbuat seperti itu. Tidakkah ia ingat bahwa aku ini anaknya, darah dagingnya.

Mengapa dia mesti berbuat seperti itu kepadaku. Toh dia sudah punya istri. Apalagi istrinya juga tidak jelek-jelek amat dan masih muda. Tapi itulah manusia, ketika sudah dikuasai nafsu, akal sehatnya pun hilang. Andai saja aku tak terbangun, entah apa yang terjadi. Mungkin aku sudah ditindihnya. Rupanya Tuhan masib menyayangi diriku. Sejak kejadian itu pikiranku kembali kalut. Kadang-kadang aku berpikir betulkah aku ini anak kandungnya. Jangan-jangan aku cuma anak angkatnya, Sebab kalau memang aku anak kandungnya, mengapa ayah, paman tak melihat aku sebagai bagian dari dirinya.

Seperti ketika paman hendak memperkosaku, akupun berkali-kali menyadarkan ayahku. Aku meminta agar ayah sadar. "Sadarlab pak! Ingat aku ini anakmu masak tega menodai..", kataku setengah berbisik karena takut terdengar ibu tiriku. Untunglah ayah tak memaksa, dan dia pun minta maaf atas apa yang baru ia lakukan.

Esok harinya kami berusaha bersikap seperti biasa, seakan tak terjadi apa-apa. Ayah pun segera berangkat, sepertinya dia sangat malu atas kejadian semalam. Tinggalah aku merenung. Aku lebih banyak berdiam di kamar dengan pura-pura membaca majalah. Padahal hatiku sangat gelisah.

Tidak lama setelah kejadian itu, akhirnya kuputuskan kembali ke Surabaya. Kupikir biarlah aku hidup bersama ibu dan ketiga adik-adikku Selama ini, tiga adik-adikku itu, 2 laki-laki dan seorang perempuan, memang ikut ibu. Barangkali dengan hidup di rumah yang banyak orang aku terhindar dan tangan-tangan jahil. Aku yakin bahwa di rumah ibu lebih aman, apalagi ayah tiriku usianya sudah 50 tahun. Jadi tak mungkin dia macam-macam. Aku juga sekamar dengan adik-adikku.

Sejak saat itu aku juga mulai menjaga penampilanku. Aku tak lagi senang memakai rok mini meski itu menjadi busana favoritku. Tapi barangkali sudah suratan nasibku harus jadi korban kebiadaban. Aku tak habis pikir ada apa sebenarnya ditubuhku sehingga bisa memancing hasrat para lelaki untuk memperkosaku.

Hari ini, siang hari, ketika adik-adikku pada sekolah dan ibu ke pasar. Tiba-tiba saja ayah tiriku yang biasa kupanggil abah sudah mendekapku dari belakang. Belum sempat aku bertanya, dia sudah membalikkan tubuhku dan mendorongku ke tempat tidur. Dalam posisi berhadap-hadapan, akhirnya aku berusaha lepas sambil mengingatkannya. Aku memohon pada abah agar dia tak melakukannya. Pada saat-saat genting itulah ibu datang dan menyelamatkan diriku.

Aku langsung keluar dan mengadu pada ibu. Di pangkuannya aku menangis sejadi-jadinya. Mengetahui kejadian itu, ibu sangat marah. Tapi rupanya abah sudah pergi meninggalkan rumah. Sejak saat itu ibu mewanti-wanti. Ia bilang kalau ada apa-apa jangan sungkan-sungkan mengatakannya.

Entah sudah berapa hari abah tidak pulang, tapi yang kutahu kemudian Ibu mencaci maki abah ketika kembali ke rumah. Abah rupanya sadar dan minta maaf berkali-kali kepada Ibu. Ia juga memanggilku kemudian minta maaf atas perbuatannya. Aku dan Ibu akhirnya berangkulan dan bertangis-tangisan. Kulihat abah hanya menunduk lesu di kursi. Barangkali juga menangis.

Sejak kejadian itu aku betul-betul dibuat bingung. Mau pergi, tapi mau kemana lagi. Sepertinya aku lolos dan mulut singa, tapi masuk mulut buaya. Akibat kejadian demi kejadian, aku jadi takut dekat laki-laki. Setiap ada laki-laki yang ingin mendekat, aku jadi curiga. Aku betul-betul trauma, tak tahu harus bagaimana menghadapinya.

Berhari-hari aku merenung, tapi ibu terus membesarkan hatiku agar tabah menghadapi cobaan ini. Yang penting belum terjadi kan? Percayalah untuk kedua kalinya takkan terulang lagi. Imi akan menjagamu Nak", kata ibuku memberi keyakinan. Untuk tidak menambah kalut pikiran ibu, akupun mengurungkan niatku untuk menceritakan kejadian sebelumnya. Sampai sekarang dia tak tahu kalau sebenarnya percobaan perkosaan ini sudah untuk ketiga kalinya menimpa anak gadisnya. Pikirku biarlah masalah ini kupendam sendiri, yang penting kegadisanku masih utuh. Aku hanya berharap jangan sampai terulang lagi.

Hari-hari selanjutnya kucoba menenangkan diri sambil terus memperbaiki sikapku. Aku juga mulai mengisi hari-hariku dengan kesibukan. Daripada tidak Sekolah, aku ikut kursus komputer dan Bahasa Inggris. Bukan itu saja, diwaktu-waktu senggang aku masih sempatkan ikut fitnes, meski hanya sekali atau dua kali seminggu. Sungguh, dengan ikut fitnes itu tubuhku makin tampak padat berisi dan kata teman-teman aku tambah cantik. Tapi walaupun begitu aku jarang sekali memakai rok, apalagi rok mini. Aku lebih suka memaka celana panjang dengan baju yang tertutup.

Abahku juga rupanya sudah menyadari kesalahannya dan tak pernah lagi melirik-lirik diriku. Mungkin takut sama ibu. Mereka berdua tampak lebih sibuk mengurusi tokonya yang selalu ramai dengan pengunjung.

Disaat-saat aku mulai tenang, timbul masalah-masalah baru dalam hidupku. Dua orang paman tiriku, saudara abah tiriku sama-sama mencintaiku. Pamanku itu kakak beradik, tapi hatiku berkata lebih senang adiknya. Bukan saja usianya yang lebih pas dengan usisiaku, tapi juga wajah adiknya lebih ganteng.

Rupanya mereka berdua, sebut saja Paman A dan Paman B saling bersaing ketat untuk merebut hatiku, meski di antara mereka tak saling tahu. Entah mengapa aku begitu sulit menolak ajakan mereka. Makanya ketika A membelikan cincin atau keperluan lainnya, akupun menerimanya saja. Padahal Jujur kukatakan aku tak begitu suka dengannya. Kepada B aku suka, tapi sayang terlalu pecemburu. Aku khawatir terjadi apa-apa di antara mereka.

Pada saat bersamaan aku berkenalan dengan Kus, seorang rnahasiswa sebuah PTS di Surabaya. Pemuda ini cukup terpelajar, akupun senang. Herannya, yang mengenalkan Kus kepadaku adalah paman B. Mereka adalah teman akrab. Aku betul-betul dibuat bingung oleh ketiga laki-laki ini. Semuanya punya kelebihan dan kekurangan. Kus sendiri mengaku telah punya tunangan. Tapi katanya dia lebih mencintai aku.

Dalam usia 19 tanun sekarang sebenarnya aku juga sudah kepingin kimpoi. Tapi siapa di antara ketiga laki-laki itu yang layak kupilih? Dengan A atau B tidak mungkin, sebab bagaimanapun dia adalah pamanku, meski hanya paman tiri. Dengan Kus aku masih ragu, walaupun seandainya disuruh memilih aku pilih dia.

Dalam kebingunan, rasanya aku ingin pergi jauh untuk menenangkan diri. Aku ingin kerja, meski itu di luar negeri sekalipun. Tentu pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan yang kumiliki. Tapi dimana?
AKU terjaga saat kurasakan sesuatu yang dingin menyentuh kakiku.
"Gus .... bangun, sudah sore. Mandi dulu. Ayo... bangun." Aku terbangun. Yu Nem berdiri di ujung tempat tidurku. Tangan kanannya mengguncang-guncang kakiku. Aku meliukkan badan, dan mataku terpejam lagi.
"Heeeh... ayo bangun. Mandi dulu," Yu Nem kembali mengguncangkan kakiku.
Aku membalikkan badan. Enak sekali tidurku. Rasanya masih ingin tidur lagi. Kulirik jam dinding menunjuk pukul 4 sore lebih.

"Bu Lik sudah pulang, Yu?" tanyaku. Yu Nem menggeleng, dan kembali memintaku mandi. Oh ya, umurku waktu itu masih 12 tahun, masih kelas 6 SD. Yu Nem adalah salah satu pembantu kami (baca cerita sebelumnya: "Dipaksa Melayani Bu Lik"). Umurnya sekitar 30 tahun. Dia sudah lama ikut kami. Dia satu dari tiga pembantu kami. Yu Nem bertugas melayani keperluanku dan keperluan Bu Lik. Mulai dari mempersiapkan keperluan mandi, makan, apa saja. Karena itu aku lebih dekat dengan Yu Nem daripada dengan Mbah Karso atau Yu Parmi.
"Bu Lik kok belum pulang to Yu?" tanyaku. Yu Nem duduk di tepi ranjang.
"Mungkin sampai malam. Kan kulakannya ke Praci."
Bu Lik adalah pedagang hasil bumi. Selain menerima setoran hasil bumi dari para petani, seringkali Bu Lik "hunting" dagangan sampai ke kota-kota kecamatan. Sesekali aku diajak.
"Ayo mandi dulu Gus," kata Yu Nem. Aku pun beranjak. Yu Nem mengangsurkan handuk, dan aku menuju kamar mandi. Yu Nem mengikutiku.
"Kok sepi?" tanyaku.
"Mbah Karso sama Parmi lagi nagih."
Mbah Karso dan Yu Parmi adalah dua pembantu kami lainnya. Beberapa pengrajin tempe dan tahu seringkali ambil kedelai dari Bu Lik, dan bayarnya beberapa hari kemudian. Para pembantu kami seringkali yang disuruh menagih.
Selesai mandi, ini yang tak aku sangka-sangka, Yu Nem bertanya, "Kangen sama Ibu ya?" Ibu yang dimaksud perempuan itu adalah Bu Lik. Pertanyaan Yu Nem bernada menyelidik, sedikit meledek. Dia tersenyum penuh arti. Aku menyambar koran, dan duduk di bangku teras. Aku paling sedang komik serial Tarzan. Biasanya sore begini aku membaca bersama Bu Lik. Yu Nem di sebelahku.
"Ayo cerita dong Gus," katanya.
"Cerita apa?"
"Cerita Gus sama Ibu." Aku terperanjat. "Yu Nem tahu kok Gus. Mbah Karso, Parmi juga tahu. Tapi tenang saja, rahasianya aman."
Aku benar-benar mati kutu. Rupanya perzinaanku dengan Bu Lik sudah diketahui ketiga pembantuku.
"Kalau sudah tahu ya sudah. Napa suruh cerita," sahutku agak kesal. Yu Nem tersenyum.
"Pengin denger saja. Sudah pinter ya Gus?"
"Apaan sih?" aku terus menatap koran, tapi pikiranku agak kacau.
"Ehh tapi jangan bilang ke Ibu yaa kalau kami sudah tahu." Aku diam saja. "Bener lho jangan bilang." lalu Yu Nem pergi.
Malamnya, aku belajar ditunggui Yu Nem. Dari dulu memang begitu. Kalau Bu Lik kecapekan dan tak bisa menunggui belajar, disuruhnya Yu Nem menungguiku. Waktu kelas satu sampai kelas dua SD perempuan itu malah kerap membantuku mengerjakan PR atau membantuku membetulkan cara membaca. Tetapi setelah kelas enam, dia mulai tidak bisa mengikuti pelajaranku. Maklum, dia cuma sekolah sampai kelas empat SD.
Sekitar jam 9 aku mulai ngantuk dan menyudahi belajar. Yu Nem membantu mengemasi buku-bukuku. Aku pun beranjak ke kamar.
"Mau ditemani bobo ndak Gus?" tiba-tiba Yu Nem bertanya. Dulu waktu masih umur 7-8 tahun aku sering tidur dikeloni Yu Nem. atau Bu Lik Tapi semenjak kelas lima, aku sudah tidur di kamar sendiri. Entah kenapa, rasanya pengin juga seperti dulu, tidur ditemani Yu Nem. Beda dengan Bu Lik, Yu Nem kalau ngeloni suka sabar. Sering mendongeng sambil mengusap-usap penggungku, dan aku memainkan ujung sikunya. Sampai tertidur.
"He-eh" kataku.
Aku merebahkan tubuh di ranjang. Yu Nem juga rebahan di sebelahku. Kami tidur satu bantal karena memang hanya ada satu bantal di tempat tidurku. Aroma perempuan ini belum berubah. Rambutnya berbau minyak cem-ceman. Minyak ini terbuat dari minyak kelapa dicampur daun pandan dan rempah-rempah lain. Dia mengenakan kemeja lengan pendek, dan jarik yang digulung sebatas pusar. Semua pembantuku kesehariannya ya begitu. Jariknya sedikit di bawah lutut.
Yu Nem meraih tubuhku, dan mengelus-elus punggungku.
"Sudah lama ya Gus, ndak bobo sama Yu Nem. Wajahku hanya beberapa inci dari wajahnya. Terasa lembut nafasnya. Bau nafasnya gurih. Rasanya amat menenteramkan.
"He-eh," sahutku pendek sambil memejamkan mata.
"Berapa kali gituan sama Ibu?" pertanyaan itu menyentakkanku, menghilangkan kantuk. "Ndak pa-pa cerita sama Yu Nem." Dia menunggu reaksiku. Tangannya masih mengelus-elus punggungku. "Sudah ndak kehitung ya? Ati-ati ya Gus, nanti kayak Gus Bambang, ketahuan terus diusir. Semua kena malu."
"Memangnya Mas Bambang juga gituan sama Bu Lik?" tanyaku ingin tahu. Aku memang mendengar selentingan kasus itu. Tapi karena umurku yang belum cukup mampu mencerna pembicaraan orang, aku tidak pernah mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
"Iya. Dasarnya Gus Bambang ndak bisa menjaga rahasia, jadi yaa rahasianya kesebar." Lalu Yu Nem bercerita panjang lebar tentang skandal Bu Lik dengan Mas Bambang, sepupuku yang berarti juga masih keponakan Bu Lik. Yu Nem juga bercerita bagaimana Mas Bambang pun pernah meniduri Yu Nem dan Mbah Karso.
"Yu Nem kok mau?"
"Yaa ndak berani nolak to Gus," jawabnya.
"Berapa kali Yu?"
"Ahh banyak." Lalu Yu Nem memintaku bercerita tentang perzinaanku dengan Bu Lik.
"Malu Yu ahh," sahutku.
"Kok malu, Yu Nem juga sudah cerita." Lama aku terdiam.
"Ayo cerita." Yu Nem mencubit hidungku. "Pertamanya dipaksa ya?"
"He-eh," sahutku. Yu Nem tertawa kecil.
"Lama-lama Gus yang minta?"
"Ndak. Ndak berani to Yu."
"Disuruh cium-cium anunya Ibu juga?"
"Ihhh kok Yu Nem ..."
"Dulu Gus Bambang suka cerita kok." Aku heran, kok Mas Bambang bisa cerita ke Yu Nem. Pantesan affairnya dengan Bu Lik terbongkar dan menggegerkan keluarga besar Bu Lik.
"Gus ketagihan ndak? Kalau pas pengin gimana? Kan ndak berani minta ke Ibu?"
"Ya diem. Ditahan." Yu Nem terkikih.
"Minta sama Yu Nem to, kayak Gus Bambang."
"Idiih..." Yu Nem tertawa kecil.
"Sekarang lagi pengin ndak?" Aku diam tak menjawab.
"Mumpung ada Yu Nem...." Kalimat itu membuatku tergetar.
"Yu Nem mau kok Gus." Tiba-tiba kurasakan elusan Yu Nem terasa aneh. Membuat bulu-bulu di tubuhku meremang. Darahku berdesir. Dan tak kuduga, Yu Nem mencium bibirku. Lembut. Lidahnya menerobos ke dalam mulutku, mencari-cari. Dihisapnya bibirku, dicarinya lidahku. Kami berpagutan. Tangan Yu Nem berpindah ke perutku, mengusap, meremas, dan menerobos masuk ke celana.
"Sama Yu Nem ya Gus?"
Tanpa menjawab aku membuka kancing baju Yu Nem, dan mengeluarkan sepasang tetek dari dalam kutangnya. Aku menghisapnya, memilin dan menggigitnya. Yu Nem mendesah-desah. Tangannya meremas penisku. Disingkapnya jariknya hingga menampakkan paha yang padat dan mulus. Dia lepas CD-nya, dan meraih tanganku, dibawanya ke selangkangan. Lalu dilepasnya celanaku.
Terasa penisku masuk ke dalam mulut hingga terdengar bunyi yang menggairahkan. "Crop...cropp..."
Yu Nem memutar tubuhnya, mengarahkan vaginanya tepat di depan mulutku. Lalu ditekannya pinggul, hingga vagina itu menempel di mulutku. Refleks lidahku terjulur. Yu Nem mengerang keras. Di tekan lagi, dan digoyangkannya pantat bulat itu. Aku coba menghindar karena nafasku jadi sesak. Tapi Yu Nem kembali menekan sambi terus melumat penisku dengan rakus.
Perempuan itu adalah janda yang sudah lama cerai dari suaminya. Mungkin dia memang sangat butuh sentuhan seperti halnya Bu Lik. Bedanya, Bu Lik bisa melampiaskan ke aku atau Mas Bambang, dan mungkin ke lelaki lain. Sedangkan Yu Nem, mana bisa. Kini di hadapannya ada aku. Lelaki kencur tapi sudah mahir bersenggama.
Yu Nem mengangkat pantatnya, dan "Gus.. digigit itilnya." Aku menggigit lembut itil itu. Aromanya memang tidak sewangi vagina Bu Lik. Tapi sangat terasa lubangnya masih sempit. Vagina yang belum pernah mengeluarkan bayi. Yu Nem kembali mengerang. Penisku disedot kuat-kuat. Aku lap vaginanya yang basah lendir bencampur ludahku dengan ujung jariknya, lalu kujilat-jilat lagi. Nafsuku sudah sampai di ubun-ubun. Yu Nem membalikkan badan. Dipegangnya penisku dan diarahkan ke lubang vaginanya. Samar-samar aku lihat wajahnya meringis seperti menahan sakit. Dia berhenti sejenak, lalu mencoba menekan vaginanya. Ujung penisku mulai masuk. Dia kembali mendorong sehingga seluruh penisku masuk. Aku tidak tahu kenapa vagina Yu Nem begitu sempitnya, sampai-sampai penisku yang sebenarnya tidak besar pun sulit masuk. Maklum umurku masih 12 tahun, dan belum disunat.
Begitu seluruh penis tenggelam dalam vaginanya, Yu Nem menggereng. Seperti suara kereta api. Dia mencengkeram lenganku. Ditekannya tubuhnya seolah ingin menelan habis tubuhku. Digoyang-goyang tubuhnya.
Ahh Yu Nem memang tidak semahir Bu Lik. Ketika dengan Bu Lik, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa sehingga cepat sekali keluar. Seringkali ketika ronde kedua baru Bu Lik mencapai puncaknya. Kini Yu Nem sepertinya sudah sampai di puncak, sedangkan aku belum apa-apa. Perempuan itu lemas di atas tubuhku.
"Gus belum keluar?"
"Belum."
Dia membalikkan badan, telentang, dan memintaku menaiki tubuhnya.
"Pelan-pelan ya?" katanya sambil mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Aku menekan penisku. Yu Nem merintih menahan sakit. Dia memintaku pelan-pelan. Belakangan baru aku tahu, rasa sakit itu dikarenakan dia sudah lama tidak gituan, sehingga lubang vaginanya seperti menyempit.
Ketika seluruh penisku berada dalam cengkeraman vaginanya, akupun mulai memompa. Mula-mula dia terlihat pasif. Tetapi lama-lama kurasakan dia kembali terangsang dan mengimbangiku. Keringatnya bercucuran, menimbulkan aroma yang menyengat. Dalam kondisi normal mungkin aku muak dengan bau itu. Tetapi di tengah nafsu yang menjeratku, aku sangat menikmati aroma itu. Bahkan kemudian kuangkat tangannya sehingga nampak sepasang ketiak yang ditumbuhi bulu yang sangat lebat. Aromanya benar-benar menyengat tajam. Aku benamkan wajahku ke ketiak itu. Dia menggelinjang menerima jilatanku. Aku terus menggenjot dengan hebat.
"Ohhh Gus.. Yu Nem ndak tahan lagi..."
Beberapa saat kemudian aku mengejang.
"Buang di luar Gus..." kata Yu Nem. Sepertinya dia tahu apa yang akan terjadi. "Nanti Yu Nem hamil. Buang di perut..."
Aku tarik keluar penisku, aku tempelkan di perutnya, dan aku tekan dengan kuat, merasakan semprotkan maniku. "Creettt.....crettt..."
Aku dipeluknya dengan erat, dan diciumnya wajahku, bibirku, kupingku. Aku jatuh telentang di sebelahnya. Tanpa kuduga, dia hampiri penisku, dan dihisap-hisapnya sisa-sisa maniku. Juga sebagian yang ada di perutnya.
Malam itu aku tertidur pulas. Aku terbangun oleh suara Bu Lik, memintaku segera mandi. Sekilas kulihat wajah Bu Lik menegang. Mungkin kecapekan dari bepergian. Tetapi memang ada yang ganjil. Suaranya amat berat. Dia seperti menghardikku....
Pulang sekolah barulah semuanya terjawab. Yu Nem menyeretku dengan wajah tegang.
"Jangan cerita ke Ibu bahwa Gus sama Yu Nem gituan," katanya. Perempuan itu bercerita bahwa pagi tadi dia dipanggil Bu Lik, diinterograsi. Ditanya kenapa Yu Nem tidur di kamarku. Mula-mula Yu Nem mengelak. Tapi Bu Lik bilang, bantalku beraroma minyam cem-ceman. Satu-satunya yang dituduh adalah Yu Nem karena dia yang paling dekat denganku. Akhirnya Yu Nem mengaku bahwa dia memang tidur di kamarku karena aku yang minta ditemani. Tidur biasa, tidak ngapa-ngapain.
"Bener ya Gus, jangan bilang. Pokoknya jangan ngaku." Wajah Yu Nem benar-benar tegang. Aku sendiri merasa sangat takut. Takut gagal membohongi Bu Lik.
Malamnya, di kamarku Bu Lik menanyaiku. Karung bantal sudah tak beraroma cem-ceman lagi. Sudah diganti.
"Kenapa Yu Nem tidur di sini tadi malam?" tanya Bu Lik.
"Saya takut Bu Lik. Sepi sekali tadi malam ndak ada Bu Lik," jawabku berbohong dengan kecemasan yang seakan hendak membunuhku.
"Ndak boleh. Gus ndak boleh tidur dengan pembantu. Ngerti?!" Aku mengangguk.
"Gituan sama Yu Nem ya?" tanyanya. Aku memang sudah menduga akan ditanya begitu. Tapi tetap saja aku amat takut, berdebar-debar. Ngeri.
"Ndak kok Bu Lik. Saya ndak mau to."
"Sumpah?"
"Iya sumpah Bu Lik." Perempuan itu menarik nafas, lalu mencium pipiku.
"Bu Lik ndak mau kamu gituan sama perempuan lain. Sama Bu Lik saja." Dia memagut bibirku. Malam itu aku disetubuhi Bu Lik.
Sejak peristiwa dengan Yu Nem, aku memang sangat ingin mengulangi. Kesempatan kecil selalu kami gunakan. Kadang-kadang di dalam kamar Yu Nem di tengah malam buta. Tapi seringnya di gudang, di antara tumpukan karung-karung palawija, dalam kegelapan. Setelah selesai, kami menyelinap keluar, persis maling....***
Kisah ini terjadi antara tahun 2002 sampai tahun 2004 ketika aku masih bekerja di kota S yang terkenal dengan Bandeng Prestonya.....
Aku bekerja sebagai Marketing Manager di sebuah Perusahaan BUMN terkenal, pada saat itu aku kontrak rumah di kawasan atas yang jelas bebas banjir bukan seperti iklan perumahan sekarang.."Bebas Banjir" maksudnya banjir bisa bebas kemana-mana, ke dapur, ke kamar, ke ruang tamu dll....

Oke, di rumahan kontrakanku aku tinggal sendirian karena istri dan anakku masih tinggal di Jakarta dan dekat dengan rumah mertua. Saat pertama pindah ke rumah itu ada tetangga yang menawari pembantu yang mungkin bisa bekerja dirumahku, kebetulan dia juga sudah ada pembantu (yang aku ketahui kemudian bernama Yati..). Ternyata Yati pembantu tetanggaku punya teman di kampung yang butuh pekerjaan sehingga dia bilang ke majikannya agar bisa bilang ke aku....
Singkat cerita akhirnya aku terima teman si Yati yang bernama Tiyah umur 16 tahun, untuk bekerja dirumahku, yah sekedar buat jaga rumah, masak, bersih-bersih dan mencuci pakaian. Tiyah orangnya lugu dan wajahnya biasa saja tapi memiliki kulit yang bersih, bila dibandingkan dengan yati jelas tiyah kalah segalanya, kalah cantik dan kurang berani bicara... Yati yang memiliki tatapan mata yang nakal dan jelas lebih berani, karena yati merasa lebih cantik...

Hari-hari berlalu tanpa terasa sudah satu bulan aku bekerja di kota S ini, semua berjalan wajar-wajar saja, tiap minggu aku PP Jakarta ke kota S, tiap hari aku berangkat kerja jam 7 pagi pulang jam 5 sore tanpa ada kemacetan seperti di Jakarta. Memang kalo pas kunjungan marketing di siang hari aku sering nyempatin pulang buat melihat rumah. Ternyata kalo siang si tiyah sudah tidak ada kerjaan dia ngobrol sama yati di rumahku, sambil baca-baca koran dan majalah yang ada di ruang tamu.

Pada suatu hari aku ada acara undangan dikantor Gubernur sampai siang, setelah acara selesai aku merasa sedikit pusing sehingga kuputuskan buat langsung pulang kerumah saja istirahat dirumah... Sampai dirumah aku minta dibuatkan teh panas ke Tiyah, dia masih setrika pakaian...."pak teh nya saya taruh dimana?..." tiyah bertanya,
"dimeja kamar saja"..jawabku. Kemudian tiyah masuk dan meletakan teh panas di meja kamarku, pada saat meletakkan teh itu tanpa sengaja aku melihat kaos yang dipakai tiyah kedodoran sehingga kerahnya melorot dan membuat teteknya (buah dada, red) yang mungil nongol, meski kecil (mungkin ukuran 32 an) tapi bisa membuatku greng juga apalagi udara di luar mendung dan kita dirumah cuma berdua...

Aku yang bermaksud istirahat siang jadi gelisah membayangkan teteknya tiyah tadi....aku jadi terangsang dan membayangkan bagaimana kalo tetek tiyah yang masih pentil itu bisa aku pegang dan aku kulum....? setan mulai menguasai otaku, pusing yang tadi kurasakan menjadi hilang karena otaku telah dikuasai napsu buat mengulum tetek yang mungil milik gadis lugu yang jadi pembantuku.... Kemudian aku merasa dapat akal, aku datangi tiyah yang lagi nyetrika baju.. aku pura-pura nanya.."tiyah dulu sekolah sampai lulus SD saja yah"....."iya, pak " dia jawab tanpa melihat ke arahku, memang di desa2 masih banyak anak-anak yang hanya sekolah sampai lulus SD dan bahkan masih ada yang belum pernah merasakan bangku sekolah.....aku terus bertanya tentang Yati teman sekampungnya yang juga hanya sekolah sampai lulus SD.. aku bingung mau nanya apalagi... ah, "Tiyah sekarang sudah punya pacar belum...?", " bb.. belum pak" ....."pasti bohong kamu" aku mendesak dia...."betul pak, dulu memang saya mau dinikahkan sama duda dikampung saya, tapi saya ndak mau...lha wong dia sudah tua dan anaknya saja seumur saya pak..." Tiba-tiba hujan turun, waktu itu jam 14.45 WIB, aku keruang tamu cari akal lagi, ternyata Tiyah sudah selesai nyetrika.. aku masuk kamar tidur dan mengganti celana panjangku dengan celana kolor tanpa celana dalam...aku stel tv di ruang tengah, karena setelah nyetrika tiyah selalu nonton tv, dia suka acara sinetron sore dan juga cerita gosip artis yang sangat tidak mutu....aku berbaring dikarpet depan tv sementara tiyah duduk dibelakang...aku nanya lagi ke dia.."Jadi selama ini kamu belum pernah pacaran donk.." ..."belum pak".."trus membayangkan orang lagi pacaran juga belum pernah?"..."ya belum pak, tapi kalo liat di tv pernah pak.." mendengar keluguan dia aku menjadi semakin terangsang, aku pura-pura tidak melihat dia, pelan-pelan aku pegang burungku, aku usap-usap sehingga berdiri tegak kemudian aku biarkan menonjol di celana kolorku, aku lihat tiyah masih asik menonton tv sambil sesekali melihat apa yang aku lakukan....akTiyah & Yati - seri 2
Tiyah gadis lugu yang kini jadi pembantuku karena tawaran dari pak Tarta tetanggaku..pak tarta punya seorang pembantu yang bernama yati, dan tiyah adalah tetangga sekampung dengan yati...
Aku seorang marketing manager perusahaan BUMN yang baru dimutasi ke kota S yang terkenal dengan bandeng prestonya, anak dan istriku masih tinggal di Jakarta, sehingga yg menempati rumah itu hanya aku dan tiyah pembantuku.
Dihari ke dua tiyah bekerja dirumahku aku sudah merenggut keperawanannya atas dasar suka sama suka (meski ada sedikit paksaan tanpa ada kekerasan).
yah..namanya juga sudah sama-sama dikuasai napsu sehingga hal itu bisa terjadi.....

Setelah kejadian hari itu, aku sempat kuatir kalo tiyah sampai hamil, karena air maniku telah kutumpahkan semua di liang rahimnya padasaat dia melenguh menahan kenikmatan orgasme yang sangat panjang..... ternyata kekuatiranku salah karena sminggu setelah kejadian itu tiyah datang bulan.

Sejak aku tahu dia mendapatkan haid aku jadi lega, kini aku harus cari cara biar lebih aman dari rasa kuatir saat menidurinya....ya aku harus menahan ejakulasi dan menumpahkan maniku di atas perut atau dimulut tiyah..

Pagi itu hari rabu jam 7 pagi aku siap berangkat kerja, saat itu tiyah sedang nyapu teras sambil mengobrol asyik dengan yati pembantu sebelah, saking asyiknya ngobrol dia lupa menutup pintu garasi..."dasar perempuan kalo lagi asyik ngobrol lupa semuanya..." aku menggerutu sendiri.
Sampainya di kantor aku kerja seperti biasa, lihat tumpukan kerjaan dan surat surat masuk serta disposisi dari bos jadi sebel juga, tapi aku harus selesaikan semua karena aku paling tidak suka menunda-nunda pekerjaan...jam 11 siang aku mulai kelelahan, kubuka internet untuk melihat e-mail yang masuk...tiba-tiba aku lihat bos ku pamit ke sekretaris mau pulang kantor karena ada acara dengan keluarga...ini kesempatan aku buat pulang siang, karena dari tadi pagi aku merasa nafsuku untuk menyetubuhi tiyah muncul lagi..apalagi dia sudah berani memancing pandangan mataku saat selesai mandi dia hanya memakai handuk kecil dililitkan ke tubuhnya, sehingga nampak sedikit buah dadanya yang kecil imut...

Aku nekad pulang dan menyuruh anak buahku melanjutkan pekerjaanku, sepanjang perjalanan aku membayangkan tubuh tiyah yang kecil sedang dalam pelukanku..
Ketika sampai dirumah ternyata pintu garasi terkunci, aku ketok-2 tidak ada jawaban dari dalam..."jangan-jangan tidur nih anak..." aku mulai kesel sendiri dan sempat berpikir apa tiyah sengaja lari dari rumahku.....tiba-tiba dari pagar rumah pak tarta yang berdampingan dengan rumahku yati pembantu pak tarta berkata.."eh bapak sudah datang to...maaf tadi tiyah nitip kunci karena dia ditelpon mba yu nya disuruh pulang, katanya ibunya sakit..begitu pak.." yati yang tampak kemayu datang mengantarkan kunci rumahku..."ohhh, terima kasih yati..., ngomong-ngomong ibunya sakit apa?.." .."eng..anu pak saya tidak tahu.." yati menjawab pertanyaanku sambil matanya memandangku dengan genit...."ya sudah, bapak mau masukan mobil dulu.." aku segera memasukan mobil ke garasi kemudian masuk buat istirahat, tampak yati berjalan masuk ke halaman rumah pak tarta majikannya. Aku melenguh panjang..."tadi buru-buru pulang biar bisa nyetubuhin tiyah eh dia malah pergi..." ....aku segera melepas baju kerja dan celana segera ganti dengan kaos dan celana kolor.. aku rebahan diruang tamu sambil membayangkan tubuh mungil tiyah sedang kulumat habis, aku membayangkan sambil memegang burungku yang mulai mengeras.......ketika lagi asyik melamun tiba-tiba pintu depan diketuk seseorang.....aku kaget karena hanya pake celana kolor dan burungku lagi berdiri, kulihat lewat jendela ternyata yang mengetok pintu si yati...ahhh kesempatan nih..(otak nakalku kembali bereaksi, apalagi yati khan lebih cantik dan bahenol..) "ada apa yati..?" ..."ndak pak, cuma mau bilang saja kalo tiyah tadi pesan jam 5 sore kalo bapak sudah pulang saya disuruh membuatkan kopi..." sambil berkata yati menatap ke celana kolorku yang masih menonjol..."memang yati bisa bikin kopi..?"..aku mulai memancing.."nggih pak bisa kok, meski tidak senikmat buatan tiyah..." karena dia sudah biasa masuk ke rumahku sehingga dia langsung menuju dapur dan membuatkan kopi untuku...setelah meletakan kopi dimeja, yati bermaksud pulang, tapi aku mencegahnya,.."kok buru-buru..memang pak tarta dan bu tarta sudah pulang..?" .."belum pak, dirumah sepi belum pada pulang kok, tadi bu tarta telpon ada arisan di kantornya jadi pulang malam..."..nafsu semakin mendorongku untuk segera merayu yati..apalagi aku tahu pak tarta selalu pulang tengah malam dan anaknya juga pasti langsung jjm selesai kuliah sore....."yati main aja disini, lagian bapak khan sendirian nggak ada temen..."..." nggih ppak..."..ketika lagi asyik cerita aku memancing-mancing ke arah kehidupan yati, ternyata dia janda tanpa anak yang ditinggal kimpoi lagi sama suaminya..."memang sudah berapa lama kamu menjanda..?" ..."sudah tiga tahun pak..." ..."jadi selama tiga tahun kamu nganggur donk..." "ihh bapak bisa aja, ngomong-ngomong saya dengar cerita tentang bapak sama tiyah lho pak...?"..seketika aku kaget apa iya tiyah cerita ke yati...."tapi bapak jangan kuatir, saya pasti nggak cerita-cerita sama orang kok pak.." dia mulai berani dan aku lihat dia mulai gelisah..."maksud yati cerita tentang apa...?" aku berkata sambil mendekat ke wajahnya..." ya semuanya, tiyah bilang baru pertama melakukan sama bapak dan dia cerita kalo bapak suka...ehmmm..." dia mulai malu menceritakannya..."suka apa..?" aku mulai terangsang, apalagi dirumah sepi banget, rumahku dan rumah pak tarta termasuk di ujung perumahan PP, sehingga selalu sepi..."kata tiyah bapak suka menciumi punyanya tiyah..." dia kelihatan punya maksud pengin dicium juga pikirku..."terus cerita apalagi..." aku memancing yati sambil mulai memegang tanganya, ternyata dia diam saja, "dia crita apalagi..?" aku mendekatkan bibirku ditelinganya, yati melenguh tanda mulai menerima rangsanganku...aku sadar kalo yati ternyata juga sudah sangat terangsang...di atas sofa ruang tamuku segera aku memeluk dia,aku mencium keningnya pelan kemudian turun kebibirnya...ke lehernya..dia mendesah.."ahhh...hhhhh" ...aku buka kaos dan rok yang dia pake sehingga sekarang yati hanya mengenakan cd dan BH warna hitam...aku arahkan tangan yati ke selangkanganku..dia menurut dan kurasakan napasnya mulai tersengal ketika aku turunkan cd-nya dan kulepas tali BH nya sambil aku lepas kaos dan kolorku...sekarang pemandang didepanku alangkah indahnya, tubuh yati yang lebih proporsionil dibanding tiyah telah telanjang bulat dipelukanku..dia terus mendesah dan tangannya masih mengocok-kocok burungku..."yattt...pelan-pelan sayang.." ketika dia mulai tidak bisa mengontrol gerakan tanganya, karena burungku terasa sakit...aku mulai mencium ketiak yati..turun ke perutnya...trus ke selangkangannya..."aghhh...pppakkk.." ketika bibirku bertemu dengan bibir vaginanya dia kaget dan sedikit menggelinjang...bau khas vagina yati membuatku semakin terangsang...aku terus memainkan lidahku di bibir memeknya dan mulai menjilati klitorisnya..."agghhh ppakkk, terrusshh...." yati mulai meracau kulihat matanya merem-merem dan tangannya kebingungan mencari pegangan...setelah puas sambil duduk, yati aku rebahkan di sofa dan aku tetap mencium memeknya dan mengarahkan burungku ke mulutnya...karena sudah dikuasai oleh nafsu yati segera mengulum burungku dengan rakusnya..."aghhh, enak yat...aghhh..." aku merasakan yati lebih pandai dalam mengulum burungku dibanding tiyah..maklum dia khan janda...aku terus asyik menjilati klitoris memek yati sampai mengkilat dan dia terus menggelinjang hebat.....hingga tiba-tiba...."aggrrhhhhh...yyyaattti ttidak kuat pakkkk...aghhhhh" kurasakan semburan kenikmatan dari dalam memek yati mengenai lidahku yang terus menjilatinya......asin ooy....tubuh yati menegang dan gigitannya diburungku semakin menggila...."aghhh, yattt brenti dulu..." aku meminta yati menghentikan kulumannya..dia terlihat kecewa karena aku masih belum keluar...aku sadar tubuh yati mulai lemas karena orgasme barusan...tapi aku yakin yang tadi tidak maksimal, sehingga aku mulai memancing nafsunya dengan menciumi perutnya, dan kulanjutkan di teteknya yang ranum..."ehmmm..nyemm..nyemmm..." kedua tetek yati kulumat sehingga dia mulai terangsang lagi.....saat itu yati langsung mengarahkan burungku ke lubang memeknya, dengan memegang burungku yati membimbing pelan-pelan dan blesssss....karena sudah sangat tegang sekeras baja sehingga burungku langsung amblass ke memek yati..."aghhhhh" dia menjerit kenikmatan..." aghhh...aghh.aghhhh...terusss ppakk ayo ppakkk...aghhh" yati meracau merasakan gesekan burungku di memeknya..."aghhhh..aghhhh.aghhh yyattt punyamu masih sempit jugga....." dengan rasa nikmat yang menjalar disekujur tubuhku aku menikmati denyutan memek yati terus memijat burungku....."iiyya paakkk , yatti khan bellumm punya annakkk...aghhh..terrussss ppakk..." di juga pintar mengerak-gerakan pinggulnya sehingga setelah sepuluh menit aku goyangkan tubuhku di atas tubuh yati, aku merasa jepitan memek yati semakin mencengkram..."aghhhrrrr..yyyattt, aku hampir kelluarrr sayang...."....iiyyya pakkk, yati jjuggga...." kurasakan denyutan yang ssemakin kencang dari memek yati dan kurasakan bibir yati semakin dingin...
"aghhhhhhhh...yyyatttt aku keluuuaaarrrrrr....." ..."ppppakkk..pppakkk..aghhhhhhhh...yattti juga....kelluaaarrrrr aghhh..." crut-crut-crutttttt aku semprotkan air maniku didalam memek yati dan dia juga merasakan orgasmenya yang kedua...........aku turun dari sofa dan rebahan dibawah sementara yati masih kelelahan berbaring disofa..."kamu pintar yati...".."ah bapak.." dia mulai malu-malu lagi.."kita mandi bareng aja yok..." aku membopong tubuh yati ke kamar mandi didalam kamar..kami mandi bersama..aku isengin dia dengan menyabuni memeknya..dia menggelinjang kegelian... setelah selesai mandi jam 18.10 yati pamit pulang mau menyalakan lampu rumah..aku langsung minum kopi yang dibuatkan yati..sruupuuut ternyata sudah dingin....kembali pikiranku menerawang persetubuhanku dengan yati barusan... aku istirahat dan menunggu tukang sate ayam lewat...te.. sateeee...(to be continued) yati..tiyah...dua-duanya masih terus minta aku menyetubuhinya...
 
u yakin dia juga penasaran melihat celana kolorku yang menonjol...sesekali aku keluarkan burungku dengan harapan tiyah melihatnya,....hujan semakin deras diluar, "pintu sudah ditutup semua khan..?" aku bertanya, dan saat yang bersamaan tiyah memang lagi asik melihat burungku yang tegak berdiri...sehingga dia kaget.."su..sudah pak,.." dia berdiri karena malu dan menuju kamarnya... sial, gerutuku, dia sudah masuk kamar padahal aku sudah ngebet banget.....kemudian aku susul

Tidak ada komentar:

Posting Komentar